Monday, December 10, 2007

BANG SAHRIL

Dulu waktu kecil karena termasuk anak yang berukuran besar, aku tidak begitu "in" dalam bidang olah raga - sampai sekarang juga masih! - tapi aku suka juga sekali-sekali ikut bermain bola dengan teman-teman yang memang lebih bisa dibandingkan aku.

Di kota kecilku, Binjai, seperti juga kota lainnya di Indonesia, ada klub perserikatan sepak bola. Di tempatku namanya PSKB (Persatuan Sepak Bola Kotamadya Binjai)tapi kalo masalah prestasi ga usah di tanya.

Yang kuingat dari kesebelasan ini adalah salah seorang pemainnya yang sempat jadi idolaku sewaktu masa kecilku. Namany Bang Sahril. Dia itu orang pertama yang aku lihat bisa juggling bola dan menangkap bola itu dengan tengkuknya. Dan badannya bentuknya mungkin kayak Ade Rai kalo dia sedikit tinggi. waktu itu bukan aku saja yang mengidolakannya tapi juga hampir semua teman-teman waktu itu.

Lebih sepuluh tahun sejak masa-masa itu, dan dalam waktu yang cukup panjang itu aku cukup jarang bertemu lagi dengan Bang Sahril. Mungkin sekali-sekali saja. Kalau aku tidak salah dalam waktu itu dia telah berhenti sebagai pemain bola yang memang tidak dapat menjamin kehidupannya. pastilah sebagai manusia normal, dia ingin kehidupan yang lebih baik dan membangun keluarganya sendiri.

Dalam beberapa minggu belakangan ini, aku cukup sering bertemu dengan Bang Sahril. Hampir setiap hari. Dan satu hal yang ku perhatikan sangat berbeda dengan Bang Sahril yang dulu ku kenal. Badannya yang kekar dan nampak kuat telah hilang. Sekarang bahkan jalannya sedikit bungkuk. umurnya mungkin tak lebih dari 37 tahun tapi penampilannya telah nampak seperti orang yang berumur tak kurang dari 50 tahun.

Suaranya juga telah hilang. Dulu yang kuingat suaranya agak dalam dan berat. Yang sekarang masih berat tapi tidak lagi dalam tapi lebih seperti orang yang menderita penyakit paru-paru. Sayang, orang yang dulu begitu mengagumkan menjadi begitu menyedihkan.

Nasib Bang Shril sebagai seorang atlet yang terlunta-lunta dimasa tuanya bukanlah satu-satunya kisah sedih para olahragawan kita. Elias Pical yang mantan juara dunia tinju. Pada masa tuanya beralih profesi menjadi seorang bandar narkoba. Dan masih banyak lagi mantan atlet-atlet kita yang mengalami nasib yang sama.

Memang di satu sisi, hal ini juga merupakan salah sang atlet sendiri yang tidak jeli mempersiapkan hari tuanya dimasa kejayaan. Namun disisi lain keadaan ini juga diciptakan karena kurangnya perhatian negara dan masyarakat bagi para putra-putrinya yang berprestasi.

Yah, memang tidak banyak yang bisa diperbuat sekarang ini dengan kondisi yang seperti ini. Tapi jangan sampai ada agi Bang Sahril-Bang Sahril yang lain ataupun Elias Pical-Elias Pical lainnya dimasa depan.

Sayang, aku sendiri tidak bisa berbuat banyak terkecuali mencerita kisah kecil ini di blog kecil ini.



Read More......

Monday, December 03, 2007

"SPEECH AND SILENCE, A LITERA JOURNEY OF GUJARATI WOMEN"


Saat kita membicarakan suatu bangsa, satu yang sering terlupa adalah pergerakan wanita didalam bangsa itu. Demikian juga saat kita menelaah perkembangan kebudayaan dan pemikiran, hal yang sama harus diterapkan. Perkembangan suatu masyarakat selalu dimulai dari kumpulan masyarakat yang terkecil yaitu keluarga dan wanita selalu-diakui atau tidak-memegang peranan terbesar dalam tataran somah. Salah satu cara untuk membuat catatan perkembangan pemikiran wanita adalah dengan menerbitkan kompilasi tulisan yang dibuat oleh wanita.

Gujarat merupakan salah satu negara bagian di India yang banyak menyumbangkan pemikir-pemikir terbaik India termasuk salah satunya Muhammad Ali Jinnah yang di agung-agungkan sebagai Bapak Pendiri Pakistan.

Dalam usaha untuk memberikan gambaran kecil tentang sumbangan wanita Gujarat dalam bidang penulisan, penerbit Zubaan menerbitkan "Speech and Silence, A literary Journey by Gujarati Women" dan sebagai penterjemah adalah Rita Kothari. Rita Kothariadalah salah seorang tokoh pergerakan wanita India yang juga merupakan staf pengajar pada St. Xavier's College, Ahmedabad.

Tentu saja dalam anthologi ini tidak semua karya tulis wanita-wanita Gujarat dapat diakomodir. Namun dari karya-karya yang tercakup didalamnya dapat sedikit banyak memberikan gambaran. rentang waktu penulisan juga terasa luas dari mulai masa prakemerdekaan hingga paska kemerdekaan India.

Anthologi ini terdiri dari 18 cerita pendek atau fragmen dari karya yang lebih panjang. Namun seperti yang diakui oleh sang penterjemah dalam kata pengantar buku ini bahwa tidak cukup banyak karya tulis yang dapat mewakili para wanita dari kelompok pinggiran. Hanya ada satu penulis yang berasal dari golongan dalit yaitu Chandra Shrimali. Mungkin hal ini lebih dikarenakan oleh jumlah penulis wanita Dalit maupun mutu dari tulisan itu sendiri karena setiap pergerakan masyarakat di India termasuk pergerakan Feminis tidak dapat dipisahkan dengan pergerakan kaum Dalit. Dan penerbit buku ini beralasan bahwa penulis Dalit wanita di gujarat baru muncul di era 80-an sehingga tidak banyak karya yang tersedia.

Terlepas dari itu bahkan Chandra Shrimali dalam karyanya "The Stairs" juga tidak mengisahkan tentang masyarakat Dalit itu sendiri. Karya ini mengambil setting masyarakat kelas menengah Gujarat dengan dinamika kehidupan keluarga dan titik berat tulisannya adalah mengenai keselamatan ibu hamil.

Dari semua karya yang terdapat dalam buku ini, dua karaya mengambil bentuk penulisan buku harian. Keputusan ini mungkin diambil oleh penulisnya, Leelavati Munshi dalam "Entries from Vanamala's Diary (An Account of A tragic Decline) dan Bindu Bhatt dalam "Entries from Mira Yagnik's Diary", secara sadar untuk memberikan gambaran personal dari tokoh ceritanya. Namun disatu sisi bentuk penulisan ini dapat dianggap sebagai bentuk insecutiry sang penulis. Dimana sang penulis dapat melepaskan tanggungjawabnya sebagai pencipta menjadi hanya sebagai penyalin.

Karya yang secara gamblang mengkritisi kedudukan wanita dimasyarakat hanyalah dalam karya Leelavati Munshi yang disebutkan diatas selebihnya karya-karya yang ada lebih banyak berisi konflik pribadai sang tokoh. Jika pun ada yang berisi mengenai gambaran masyarakat ataupun keluarga tetapi kurang memberikan usaha untuk mereposisi kedudukan sang tokoh secara khusus atau wanita secara umum.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada dalam penerbitan anthologi ini, apresiasi tingi harus diberikan untuk usahanya dalam memberikan jalan bagi para penulis wanita untuk menunjukkan kiprahnya yang lebih besar.


Read More......

Monday, November 05, 2007

BERHENTI

Pergi dan berjalan membelah bumi.
Langkah-langkah itu tetap menggelora, meregang, menohok.
Bencah-bencah yang mengotori tapak cuma remah
:tak mengenyangkan, tak memuaskan
tak juga menyenangkan

Benang yang ditarik semakin panjang.
Merah menyala dan membara
tapi tak membakar seperti api yang melepuhkan
memanaskan, menghangatkan

Kalau tetap bertanya, untuk apa jawaban?
Kalau tetap Berjalan untuk apa langkah?
Kalau tetap menangis untuk apa air mata?

Merang disawah mulai membusuk.
Burung dipohon mulai beterbangan.
Bunga-bunga mulai luruh dan menjadi tanah.
Dan tanah mulai tergerus angin
terbang mengabu di ranah-ranah yang tak pernah disentuhnya.

Kasar dan menjelaga
:warna telapak mengasah bebatuan, meremuk jarak.
Dupa-dupa mengaroma membuka indera, meretas sukma.
Melayang dan mengambang di antara dedaunan.
Mengangkasa ditemani nada.

Mendarat dan mendarat.
Tergeletak dan menyelepah.
Meliuk dan patah.




Read More......

Friday, November 02, 2007

SESAT?

Dari waktu ke waktu,begitu banyak bermunculan dan berkembang aliran-aliran sektarian yang dianggap sesat oleh masyarakat baik ditopang dengan ketetapan hukum maupun tidak di Indonesia. Dari mulai Darul Arqom, Ahmadiyah, Komunitas Eden hingga yang teranyar aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin oleh Ahmad Musshadeq yang baru saja ditetapkan sebagai sesat oleh MUI.

Fenomena ini bukanlah hal yang baru dalam pejalanan sejarah Islam di Indonesia. Kisah Syech Siti Jenar yang dihukum pancung oleh para Wali Sanga di Kerajaan Demak mungkin dapat kita tarik sbagai titik awal kekuatan negara dalam menertibkan atau dengan kata yang lebih kasar menindas aliran-aliran yang dianggap menyimpang dari ajaran agama utama. Namun jika ditelaah lebih dalam, apakah yang menjadi penyebab suburnya aliran-aliran sempalan ini dalam konteks Indonesia?

Dari awal kedatangan Islam di Indonesia, unsur sinkretisme agama sangat kental mempengaruhi perkembangan agama Islam. Pada masa awal, masyarakat di wilayah nusantara adalah masyarakat penganut agama Hindu dan Budha serta berbagai sistem kepercayaan lokal yang telah lebih dulu ada di tengah masyarakat. Paham monoteistik Islam sangat jauh berbeda dengan sifat politesitik Hindu/Budha serta sifat panteistik sistem kepercayaan lokal. Perbedaan ini pada masa awal penyiaran Islam di Indonesia mengalamai proses sinkronisasi dimana sebagian dari ritual ajaran lama diambil dan menjadi bagian dari ritual agama baru.

Bagi kebanyakan pemeluk agama baru, sinkretisme muatan lokal ini dalam banyak kasus menjadi hal yang utama dibandingkan dengan rukun-rukun yang seharusnya menjadi amalan utama dari agama yang dianutnya dalam hal ini Islam. Hingga saat ini, bentuk sinkretisme ini juga masih banyak dirayakan ditengah masyarakat seperti berbagai acara "grebeg", "larung", dan lain-lainnya. Kegiatan ini jika tidak dilakukan dianggap dapat membawa bencana bagi masyarakat yang mempercayainya. Bentuk praktek ini dapat dianggap sebagai bentuk sinkretisme politeistik/panteistik kedalam ajaran agama Islam karena dalam setiap prakteknya sebagian menggunakan doa-doa dalam agama Islam. Dalam perayaan ini bentuk penyearahan diri terhadap ilah-ilah yang dipuja diberikan dalam bentuk pemujaan fisik. Dan pemujaan kuburan-kuburan keramat dapat kita telaah juga sebagai salah satu bentuk sinkretisme tersebut dimana yang dianggap sebagai pemberi rahmat adalah leluhur-leluhur yang dianggap memiliki kelebihan spiritual.

Dari sisi psiko-sosiologis, menjamurnya aliran-aliran ini juga dapat disikapi sebagai terjadinya perkembngan negatif measyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan disekitar mereka. Ketidakpastian kehidupan membuat banyak dari anggota masyarakat yang mengalami keguncangan pegangan hidup dan krisis keimanan. Janji-janji akan kehidupan yang lebih baikdi dunia dan kehidupan yang akan datang yang diharapkan merupakan pencapai "taken for granted" atau datang begitu saja tanpa ada usaha-usaha untuk menggapainya. Saat janji-janji terasa semakin jauh maka para penganut agama di masyarakat mencoba mencari pegangan-pegangan lain yang sepertinya dapat memberikan jalan pintas ke tujuan akhir.

Kurangnya pemahaman menyeluruh seorang penganut agama juga merupakan salah satu faktor tumbuh kembangnya aliran-aliran sempalan ini. Pemahaman menyeluruh terhadap ajaran agama menjadi kunci penting dalam menangkal masuknya pemahaman agama yang menyimpang. Terkadang saat seseorang yang tidak memiliki cukup kemampuan dan pengetahuan mengenai ajaran suatu agama memaparkan agama tersebut, yang terjadi adalah keluarnya dalil-dalil yang menyimpang yang digunakan orang tersebut untuk memutupi kekurangannya.

Bagi penganut agama, politisasi agama juga merupakan salah satu penyebab hilangnya kepercayaan terhadap agamatersebut. Di Indonesia, sejak terbuka lebarnya pintu demokratisasi, begitu banyak tokoh dan cendikiawan agama dalam hal ini Islam, terjebak dalam praktek politisasi agama. Saat sang tokoh melakukan penyimpangan baik secara sadar maupun tidak maka yang pertama kali menjadi bahan sorotan adalah agama yang ia gunakan sebagai kendaraan. Hal ini akanmenyebabkan pemeluk agama tersebut yang masih berada di area abu-abu atau pemeluk dengan pemahaman sempit dan ditambah dengan faktor keimanan yangkurang akan menyebabkannya makin kehilangan pegangan terhadap kepercayaan dan keimanannya.

Pada banyak kasus, pengikut utama aliran-aliran ini adalah kaum muda yang ada di bangku pendidikan. Pada tingkat ini, kaum muda ini masih dalam proses pencarian jati diri. Dengan sifat kritisnya, kaum muda banyak mempertanyakan penyimpangan-penyimpangan yang mereka anggap terjadi di agama yang selama ini mereka anut dan yakini.

Dalam wawancara dengan salah satu stasiun TV nasional, Azumardi Azra seorang tokoh cendikiawan muslim Indonesia mengutarakan bahwa dibutuhkan kearifan tokoh agama dan organisasi-organisasi Islam baik yang besar maupun kecil untuk melakukan pendekatan ang mendasar terhadap umat terutama kepada kaum muda. Cara-cara konvensioanal yang digunakan selama ini dalam siar Islam dianggap tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. Dibutuhkan cara-cara baru dalam siar Islam agar mampu menarik minat dan perhatian umat.

Penyelesaian-penyelesaian konfrontir terhadap aliran-aliran ini seperti yang selama ini dilakukan bukanlah cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalaha ini. Umum diketahui bahwa dalam setiap paham baru pasti tumbuh unsur-unsur fanatisme. Pendekatan represif hanya akan melahirkan martir-martir baru yang dapat menjadi sumbu penyulut perlawanan. Seharusnya pendekatan dialogis dari hati ke hati lebih dikedepankan untuk menyelesaikan masalah ini. Pendekatan ini lebih bermanfaat dibandingkan dengan hukum yang memberikan label sesat bagi aliran-aliran ini. Karena pendekatan ini lebih berdasarkan hukum HAM yang diterima secara universal dan Undang Undang Dasar kita juga telah menjamin hak bagi setiap warga negara untuk berserikat dan menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing terutama setelah penghapusan daftar agama yang diakui negara.

Peran serta masyarakat juga menjadi penting dalam melakukan pembinaan bagi pengikut aliran-aliran ini dengan mengesampingkan jalan-jalan kekerasan. Dengan catatan bahwa kata "pembinaan" dimaknai sebagai bentuk penerimaan dan pengarahan dengan jalan-jalan damai bukan dengan makna penghukuman sebagaimanamakna yang melekat kuat dengan kata tersebut selama ini.


Read More......

Wednesday, October 31, 2007

SUMPAH PEMUDA

28 Oktober sekali lagi diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda oleh seluruh bangsa Indonesia, khususnya para oleh kaum muda Indonesia. 28 oktober selalu digadang-gadangkan sebagai salahsatu tonggak awal kebangkitan rasa nasionalisme bangsa Indonesia yang pada saat itu maih berada dalam kungkungan pengaruh imperialis Belanda.

Pada peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ke-79 tahun ini ada sesuatu yang terasa baru walaupun dengan racikan bahan yang itu-itu saja. Bertempat di gedung Arsip Nasional dengan dimotori oleh Meneg Pora Adhyaksa Dault, elemen pemuda Indonesia sekali lagi mengungkapkan ikrarnya dengan nama Deklarasi Pemuda Indonesia. Dengan deklarasi ini para pemuda Indonesia para pemuda Indonesia pada hakikatnya ingin menyatakan bahwa sekaranglah saatnya tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini harus diserahkan kepada mereka. jargon ini bukanlah hal yang baru karena memang dari tahun ketahun keinginan yang sama selalu diutarakan.

Selalu dan selalu diungkapkan dalam setiap kesempatan bahwa bangsa yang ingin menjadi bangsa yang maju harus memberikan yang besar bagi kaum mudanya untuk bertumbuh kembang dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan pemikiran mereka yang revolusioner dan inovatif, para pemuda memiliki kemampuan untuk merubah suatu tatanan masyarakat yang stagnan menuju arah yang lebih baik. Pemuda juga memiliki energi yang cukup untuk mewujudkan cita-cita inovatifnya jika dibandingkan dengan mereka-mereka yang digolongkan sebagai kaum tua.

Memang pada saat ini yang diperlukan oleh bangsa ini adalah peikiran inovatif yang berani dan mampu untuk mendobrak pragmatisme yang telah bercokol terlalu lama dan telah menjadi norma dalam tatanan kehidupan masyarakat terutama dibidang politik. Dan terutama dibidang inilah dibutuhkan pemikiran-pemikiran inovatif tersebut dan juga idealisme para emuda yang belum diwarnai oleh embel-embel ekonomi.

Dimanapun di dunia ini, politik selalu dianggap sebagai bentuk investasi yang diharapkan dapat memberikan imbal hasil yang besar. Imbal hasil yang terbesar adalah terciptanya suatu tatanan masyarakat yang madani dan tercerahkan. Imbal hasil ini hanya dapat diraih jika kehidupan politik dianggap sebagai investasi jangka panjang yang hasilnya akan dapat dirasakan oleh generasi yang akan datang.

Namun di Indonesia dan umumnya negara berkembang, politik selalu dianggap dan diperlakukan sebagai bentuk investasi jangka pendek yang berorientasi ekonomi. dan untuk mendapatkan imbal hasil ekonomi inilah praktek ragmatisme politik berkembang. Dan demi pemenuhan imbal hasil ekonomi ini, pencapaian besar di masa depanlah yang pertama kali dikorbankan.

Setiap pergerakan dan keputusan politik hari ini seharusnya memberikan dasar-dasar yang lebih kuat untuk pergerakan dan keputusan politik di masa depan. Namun kebalikan dari apa yang diharapkan tersebut, banyak, jika tidak ingin disebut semua, pergerakan dan keputusan politik hari ini yang akan membatasi gerak dinamik kehidupan di masa depan.

Banyak keputusan-keputusan politik yang dikeluarkan dengan dasar pemikiran yang berandai-andai. Sebagai contoh adalah bahwa yang berhak untuk menduduki posisi di komisi-komisi yang berfungsi sebagai badan pengawas kehidupan bernegara adalah mereka-mereka yang berumur minimal 40 tahun tanpa ada batas atas. Jika dicermati lebih dalam, pembatasan ini tidak memiliki dasar pemikiran yang benar-benar solid. Diandaikan bahwa orang-orang yang berumur dibawah 40 tahun tidak memiliki kemampuan dan cukup pengalaman untuk mengemban tanggung jawab dalam komisi-komisi tersebut. Dan pada akhirnya, tanpa menuding orang perorang, komisi-komisi tersebut berfungsi lebih sebagai badan pengumpul pensiunan. Tanpa merendahkan kemampuan orang-orang yang dipilih untuk duduk dibadan-badan bentukan pemerintah tersebut, banyak dari generasi muda yang cukup memiliki kemampuan untuk menjalankan roda kehidupan kemasyarakatan.

Keterbatasan akses bagu kaum muda untuk melakukan perubahan di masyarakat secara signifikan akan melahirkan rasa gelisah diantara kaum muda tersebut. kegelisahan-kegelisahan ini menemukan jalan penyalurannya melalui jalur-jalur sub-altern society yang kental dengan paham sektarian fundamentalis dan primordialisme sempit. Partai-partai politik yang seharusnya berfungsi sebagai garis terdepan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat terutama dalam hal ini generasi muda, lebih mengedepankan keinginan-keinginan elitenya untuk mempertahankan dan/atau memperebutkan hegemoni kekuasaan tanpa ada alih generasi ideologis.

Alih generasi ideologis harus lebih dikedepankan didalam lembaga politik yang ada saat ini sehingga pemimpin-pemimpin di masa depan memiliki idealisme dan integritas tinggi untuk menjalankan roda kemasyarakatan bukannya seperti yang berkembang saat ini dimana generasi muda yang berada dalam lembaga-lembaga politik tersebut dihadapkan dan dibiasakan dengan pragmatisme politik. Keterbiasaan dan penerimaan pragmatisme politik norma hanya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin masa depan yang tidak memiliki karakter.

Disisi lain, penyaluran aspirasi generasi muda melalui jalur-jalur sektarian dan prmordialistik juga akan menyebabkan keroposnya sendi-sendi kemasyarakatan. Pemimpin yang berpaham sektarian dan primordialistik hanya akan menjadi pemimpin yang berpikiran sempit tanpa dapat menerima atau resisten terhadap perbedaan dan perubahan-perubahan yang tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini. Pemuda seharusnya mendapatkan paparan yang seimbang terhadap paham-paham yang ada di masyarakat bukannya hanya terhadap satu dua paham yang eksklusif. Paparan inisangatlah penting dalam proses pembentukan pemimpin di masa depan agar para kaum muda ini mengetahui dan memahami secara menyeluruh kelebihan dan kekurangan dari setiap paham.

Kembali kepada keterbukaan akses bagi generasi muda kedalam kekuasaan mainstream, pencalonan independen merupakan salah satu jalur terbaik yang dimiliki generasi muda. Dalam sistem ini generasi muda dapat memajukan calon yang mereka anggap memiliki kemampuan dan dapat membawa aspirasi mereka untuk perubahan. Dengan jaringan yang mereka miliki dan kriteria-kriteria mereka yang mungki berbeda dari apa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga pencalonan yang telah mapan, generasi muda dapat memberikan warna yang berbeda dalam dinamika kehidupan kemasyarakatan. Ciri khas generasi muda yang inovatif dan idealis merupakan nilai lebih yang dapat mereka tawarkan saat berhadapan dengan kemapanan.

Dari masa ke masa, dari zaman ke zaman, setiap perubahan selalu dimotori oleh kaum muda yang telah bosan menunggu datangnya perbaikan. Demilian pula dengan bangsa Indonesia, selalu diwarnai oleh pergerakan kaum muda. Namun selalu saja hal yang sama terulang dimana visi jauh kedepan kaum muda ditunggangi dan dinikmati oleh pragmatisme yang menjadi norma dan kebiasaan. Oleh sebab itu dengan momentum Hari Sumpah Pemuda dan Deklarasi Pemua Indonesia, sekaranglah saatnya bagi para pemuda untuk bersatu padu guna mencapai perubahan signifikan kearah perbaikan dengan menghilangkan sifat pragmatis dan mengedepakan karakter yang idealis dan berintegritas tinggi.

HIDUP PEMUDA INDONESIA!



Read More......

Tuesday, July 03, 2007

DIAN YANG TAK KUNJUNG NYALA

Telah hampir dua minggu sejak menginjak kembali tanah kelahiran dan sepertinya harapanku saat jauh dinegeri seberang tidaklah menemukan hasil. Dulu saat akan pergi kepertapaanku banyak harapan besar kalau nantinya negeriku tercinta menjadi lebih baik daripada saat ku tinggalkan. Namun apa daya harapan cuma tinggal harapan.

Secara semesta, bangsa ini masih sibuk berkutat dengan yang itu-itu saja. Kebanyakan elite politik di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini masih sibuk tentang pembagian hasil 'kerja keras' mereka. Perkutatan para priyayi ini lebih banyak memberikan kemudaratan bagi para rakyat jelata tanpa ada fungsi konkrit ditataran bawah.


Para rakyat besar digedung besar lebih sibuk dengan tarik ulur untuk memanggil pemangku amanat karena keberpihakan melawan negaeri lain, sedangkan masih banyak atap-atap bocor dan dinding-dinding bolong dipadepokan-padepokan dipelosok negeri. Masih banyak kurcaci-kurcaci kecil yang membelitkan tali dileher karena upeti kepada sang empu tak dapat terpenuhi.

Sekarang begitu banyak masalah kecil yang dibesar-besarkan dan masalah besar yang dikerdilkan. Hanya untuk menuliskan serat-serat untuk mencari pengganti mereka, para duta-duta rakyat meminta tambahan untuk tembolok mereka. Sedangkan orang-orang yang mereka suarakan harus mengetatkan sabuk mereka karena untuk mendapatkan sepiring dahar harus semakin banyak mengeluarkan pundi-pundi yang semakin mengecil.

Para raksasa penculik bayi yang lari ke seberang lautan atau bersembunyi dibalik lebatnya hutan persada belum juga dapat ditemukan. Bahkan saat mereka berjalan diterang bulan, tangan-tangan punggawa negeri tak juga dapat menjamah para raksasa itu. Bayi-bayi yang seharusnya dapat menjadi sesajen untuk kebaikan desa juga hilang tak jelas dimana rimbanya. Yang tertinggal hanya orang-orang desa yang ketiban sial karena harus mencari sesajen baru.

Dan jika harus dirunut terus, begitu banyak soal yang tak selesai dan mengkin takkan selesai.

Ditataran bumi, saat ku menjejakkan kaki di persada nusantara begitu banyak kerusakan dan kemunduran disepanjang pertapakanku. Pembangunan seharusnya merupakan kegiatan yang menunjukkan hasil atas sesuatu yang dibangun. Tapi disepanjang pertapakan yang terlihat hanyalah keadaan yantg semakin hancur.

Dian yang tak kunjung padam sekarang seakan menjadi dian yang tak kunjung nyala. Dan semakin banyak terlihat mereka-mereka yang berjalan tertatih-tatih ditimpa beban yang semakin berat tak berkurang. Nyiur-nyiur memang masih tetap menari gemulai tapi gemulainya bukan karena estetika seni tapi karena memang terpaksa untuk mengirit tenaga.

Memang sepasang putaran matahari bukanlah waktu yang panjang. Untuk semut mungkin jangka itu terasa panjang dan lama. Tapi untuk mereka yang berjalan dengan dua kaki dan tubuh yang ditutupi secarik kain, masa itu adalah masa yang sangat pendek. Tapi mungkin cukup untuk menciptakan sedikit perubahan-perubahan baik dan juga sedikit kerusakan-kerusakan kecil.


Read More......

Thursday, June 07, 2007

INGATKAN AKU

Nanti, waktu kita pulang
Ingatkan aku merdunya petikan gitar di gardu ujung gang
Nanti, saat kita sampai di gerbang rumah
Ingatkan aku betapa wajah tak banyak berubah
Ingatkan juga betapa mendayu panggilan dari surau di ujung jalan
Ingatkan aku jika kau juga masih ingat




Apa kau masih ingat apa yang kita tinggalkan?
Jalan-jalan yang ku ingat penuh dengan lobang-lobang menganga
Aku lupa apakah ada suara burung dari semak di samping rumah
Samar terbayang warna air yang mengalir di tepian tempat kita berenang
Nanti, saat kita pulang tolong ingatkan aku
Ingatkan aku jika kau juga masih ingat

Buih-buih mungkin datang dan menghilang
Tapi apa kau percaya kalau ku katakan riak selalu ada dan tak pernah menghilang
Coba dengarkan nyanyian-nyanyian itu
Suara yang menyenandungkan tak lagi sama
Tapi nada dan lagu tak pernah berbeda
Cerita yang sama, tangis yang sama





Read More......

Sunday, June 03, 2007

LUCK IS WHAT MAKE ME SPECIAL

Setiap manusia dilahirkan berbeda satu sama lainnya. Tidak ada dua manusia dimuka bumi ini yang benar-benar mirip dan sama bahkan dua anak kembar identik pasti memiliki perbedaan baik dalam ciri-ciri fisik maupun perwatakan. Dan setiap perbedaan inilah yang memberikan keistimewaan bagi tiap-tiap individu.


Kenapa aku istimewa dibandingkan dengan manusia-manusia yang lain? Dari dulu aku tak pernah berpikiran bahwa aku memiliki keistimewaan kalau dibandingkan dengan orang-orang yang ku kenal. Alasan utamanya karena aku takut untuk menjadi besar kepala dan ‘over confident’ saat menghadapi hal-hal yang aku anggap aku memiliki keistimewaan didalamnya. Banyak diantara orang-orang yang kukenal yang dianggap memiliki keistimewaan disuatu bidang menjadi besar kepala dan melihat orang lain yang kurang mampu dibandingkan dirinya dengan mata mengecil.

Dalam pengertianku, keistimewaan seseorang adalah kemampuan lebih seseorang dalam suatu bidang. Mungkin ada orang yang sangat tanggap dalam bidang-bidang yang memerlukan keahlian otak tapi ada juga orang-orang yang lebih tanggap dalam bidang-bidang yang membutuhkan koordinasi fisik tinggi. Jadi seorang yang memiliki gelar Phd dalam sepuluh bidang yang berbeda belum tentu lebih istimewa dibandingkan dengan seorang pengemudi becak. Sang terdidik mungkin dengan mudah menyelesaikan permasalahan akademik tapi saat harus mencari jalan yang bebas kemacatan lalu lintas belum tentu dia lebih tahu daripada si abang becak.

Tapi kalau ku pikir-pikir, aku memang memiliki keistimewaan yang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Dan keistimewaannya! Aku selalu memiliki hidup yang penuh dengan keberuntungan. mungkin keistimewaan ini dianggap absurd karena keberuntungan adalah hal yang tidak bisa dan tidak memiliki suatu ukuran pasti. Mungkin yang ku anggap keberuntungan bagi yang lain hanyalah kebetulan semata. Tapi terkadang dalam beberapa hal faktor keberuntung adalah hal yang paling menentukan. Dan memang faktor ini adalah faktor utama dalam segala pencapaianku.

Aku selalu merasa bahwa aku selalu berada di waktu dan tempat yang tepat. Dan mungkin perasaan ini dimulai saat aku berada dibangku SMU. Dan keberuntungan ini pastinya terdengar seperti keberuntungan yang kurang ajar karena keberuntunganku dimulai dengan meninggal dunianya bapakku. Tapi bukankah sengsara dapat membawa nikmat seperti buku karangan Tulis Sutan Sati? Mungkin kalau bapakku tidak meninggal saat itu, pendidikan SMUku takkan selesai karena sampai saat itu aku tak pernah berpikir tentang perlunya menyelesaikan pendidikan. Dari skorsing dan pemecatan di SMU pernah kurasakan dan itu juga tidak menyadarkanku yang cukup dalam terbenam dalam kecanduan narkoba dan segala kenakalan remaja lainnya. Jadilah dengan terbentur disana sini selesai juga pendidikan dasarku.

Nah, dibangku kuliah keberuntungan masih juga menyertaiku. Mungkin kalau teman-teman yang mengenalku takkan percaya kalau ku katakan kalau aku selesai kuliah karena keberuntungan. Memang secara akademis aku tidak jauh-jauh tertinggal dari teman-temanku yang lain dan bisa dikatakan lebih dibandingkan teman-teman dekatku. Tapi penyakit lama kambuh lagi. Tapi beruntung aku kenal seorang teman yang sayangnya tidak sempat menyelesaikan kuliahnya. Sewaktu kuliah aku punya teman dekat bernama Tasya dan mungkin dia sempat cerita ke bapaknya tentangku. Jadi setiap bertemu dengan bapaknya, bapaknya selalu tak lelah-lelahnya untuk mengingatkanku untuk menyelesaikan kuliahku. Setiap bertemu bapaknya selalu bilang “semester ini serius aja, nanti semester depan baru main lagi”, sampai aku bosan mendengarnya tapi lama-lama masuk juga keotak karena hampir tiap hari dan tiap semester mendengar perkataan yang sama. Karena beruntung kenal dan dinasehati ole bapaknya si Tasya selesai juga akhirnya S1ku walaupun molor satu tahun.

Saat selesai kuliah aku tak pernah serius untuk mencari kerja, walaupun banyak teman-temanku yang pontang-panting mencari pekerjaan tapi waktu itu aku sih santai aja. Soalnya kalau masalah keuangan gampang memang bukan dapat dari mamakku karena memang setelah selesai kuliah semua tunjangan juga turut tamat. Kalau uang selalu ada yang datang sampai aku sendiri tak tahu darimana datangnya tapi jangan ditanya haram halalnya yang penting rokok lepas.

Beberapa bulan setelah tamat kuliah terjadi bencana tsunami yang menelan ratusan ribu korban dan banyaklah NGO-NGO luar negeri yang datang ke Indonesia dan hampir semua menjadikan Medan sebagai pusat kegiatannya dan kebetulan aku tinggal tak jauh dari Medan. Awalnya memang aku ada mengirimkan lamaran ke salah satu NGO yaitu MSF-Ch tapi setelah lama tak ada juga panggilan. Salah sorang temanku mendapatkan panggilan interview dan dia memintaku untuk menemaninya ke kantor NGO itu yang saat itu berada di Hotel ASEAN. Nah, si bule yang menginterview temanku itu salah tanggap dan menganggapku juga datang untuk interview kerja dan akhir dapatlah aku pekejaan di NGO itu. Setelah beberapa minggu aku dipindahkan dari Medan ke Pulau Simeulue, Aceh. Dan beruntungnya aku punya abang sepupu yang menjadi perwira POLRI di pulau itu jadi dalam setiap pekerjaan yang harus berhubungan dengan birokrasi gampang untuk diatur dan dikantor aku mendapat review yang baik karena setiap pekerjaan selalu selesai dengan baik padahal aslinya mengandalkan koneksi. Yah, tahulah kalau di Indonesia kalau tanpa koneksi yang dapat pastinya cuma jalan buntu.

Dari mulai mengenal yang namanya bea siswa, aku selalu memiliki keinginan untuk mendapatkan fasilitas ini. Karena dalam pandanganku apalagi saat masih dibangku pendidikan dasar, setiap murid yang mendapatkan bea siswa selalu dianggap sebagai murid-murid istimewa. Tapi sayangnya dari dulu tak pernah aku bisa mendapatkan bea siswa mungkin karena alasan budi pekerti. Memang dari SD sampai kuliah aku selalu menjadi murid yang pembangkang jadinya kecil kemungkinan unutk mendapatkan bea siswa karena pasti sulit bagiku untuk mendapatkan penilaian yang baik dari guru-guru terutama dalam bidang budi pekerti. Sampai saat aku selesai kuliah, dimana waktu itu dosen pembimbing skripsiku menganjurkanku untuk mendaftar program bea siswa ICCR ke India tapi pada awalnya agak malas juga karena aku sudah merasa jenuh untuk belajar dan membuka-buka buku pelajaran. Tapi untuk menunjukkan rasa apresiasi kepada sang dosen pembimbing jadilah aku mendaftar untuk program itu. Tepat saat kontrakku dengan NGO tempatku bekerja selesai, eh, malah aku dapat panggilan dari Konjen India yang di Medan bahwa aku mendapatka bea siswa untuk mengambil S2 di Central Institute of Foreign Language, Hyderabad. Dan saat ini setelah dua tahun masa belajarku telah selesai dan dalam waktu kurang dari dua minggu dari posting ini aku akan kembali kerumah.

Yah, memang keberuntungan selalu menyertaiku sampai saat ini. Karena keberuntungan aku bisa tamat sekolah sampai jenjang master. Dan karena keberuntungan juga aku bisa melihat negeri lain mungkin tanpa keberuntunganku seumur hidup belum tentu bisa datang dan tinggal di negara selain Indonesia. Yah, memang keberuntungan selalu menyertaiku sampai saat ini dan entah untuk nanti dan karena keberuntunganlah aku menjadi istimewa kalau dibandingkan dengan yang lain. Dan satu keberuntungan yang kita miliki bersama, kita hidup dan bernafas.

Read More......

Wednesday, May 30, 2007

SELAMAT PAGI

Saat pertama kali mata terbuka di pagi hari, pikiran apa yang pertama terlintas? Yang pertama pasti pikiran untuk segera lompat dan berlari ke toilet untuk mengosongkan simpanan semalam. Atau bisa juga pikiran kesal karena terbangun dari mimpi indah yang serasa seperti nyata. Menarik kembali balutan selimut yang terlepas dan pelukan bantal yang melonggar.
Bangun tidur seharusnya adalah waktu yang terbaik sepanjang hari. Saat kita terbangun di pagi hari, tubuh serasa seperti baterai yang telah terisi penuh. Semua beban yang memberati di hari kemarin telah berkurang atau paling tidak sedikit terlupa untuk beberapa saat.

Di pagi hari saat kita terbangun biasakan untuk sekedar berbaring selama sepuluh sampai lima belas menit. Waktu yang tidak begitu lama disaat yang lain adalah waktu yang cukup panjang yang diperlukan tubuh dan pikiran untuk menyesuaikan ritme gerak dengan kebutuhan hari itu. Santai dan coba tentukan rencana hari itu. Coba buat urutan prioritas hari itu. Apa yang pertama dilakukan. Apakan setelah mandi akan memasak nasi goreng dari nasi sisa semalam atau sekedar membeli lontong di warung ujung gang. Tak perlu membuat rencana yang rumit untuk waktu 24 jam, cukup pikirkan apa yang akan kita lakukan untuk waktu dua jam kedepan.
Setelah waktu yang sepuluh sampai lima belas menit itu habis, bangun dan berjalanlah kearah jendela. Buka tirai dan daun jendela kemudian tarik nafas panjang. Walaupun bau dari got sebelah rumah namun coba perhatikan, bahkan bau dari got itu lebih menyengat di siang hari dibandingkan saat anda terbangun dengan udara yang bersih selain yang keluar dari got sebelah rumah. Polusi dari jalan raya depan runah belum sepekat dua jam yang akan datang. Jadi gunakan waktu yang pendek itu untuk menghirup udara yang lebih segar dibanding yang nanti akan dihirup disaat kita akan berangkat dari rumah untuk memulai kegiatan hari itu.
Jika tetangga sebelah rumah yang jendela kamarnya langsung berhadapan dengan jendela kamar kita juga terlihat menongol menghirup udara pagi dari got yang sama, coba sapa. Karena memberi atau menerima sapaan ramah di pagi hari adalah pertanda baik untuk memulai kegiatan hari itu. Sekedar bertanya apa hasil pertandingan sepak bola yang disiarkan langsung di TV tadi malam atau bertanya ada mimpi apa tadi malam, cukup untuk mendekatkan keakraban antar tetangga.

Selesai basa-basi, mandi dan gosok gigi karena jika tak ada got yang membatasi jendela kita dan jendela tetangga, sang etangga pasti bisa mencium bau tak sedap dari liur yang mengering. Atau jangan dulu ke kamar mandi. Lanjutkan kontemplasi pagi itu. Menghisap sebatang rokok sambil berjongkok diambang pintu juga merupakan pilihan yang cukup menyenangkan. Sambil menghisap sebatang kretek, kita bisa memperhatikan lalu lalng para tetangga ang berangkat ke sekola, ke kantor atau ke pasar.

Dari ambang pintu, kita bisa sayup-sayup mendengar klotang klonteng dari dapur rumah sebelah saat sudet beradu dengan penggorengan atau para ibu-ibu yang mengeluh pada penjual sayur tentang harga bahan makanan yang semakin mahal dan kualitas yang semakin buruk. Atau bisa juga mendengar si Ucok kecil anak bang Tongat yang menangis karena dimandikan oleh ibunya dengan air dingin.

Cukup satu batang rokok, jangan terbuai dan menghabiskan berbatang-batang karena ingat kita harus berangkat juga ke tempat kerja. Kalau kurang boleh disambung di WC, hitung-hitung untuk mengurangi rasa bau dari jamban yang belum disedot berbulan-bulan. Mandi dan cukuran, sekali lagi jangan lupa gosok gigi. Karena bahkan senyum yang terindah seduniapun akan kehilangan nilai jika dibarengi dengan bau yang tak sedap seperti jamban yang belum disedot berbulan-bulan.

Kalau masih kurang kontemplasinya, sambung lagi di WC. WC adalah tempat yang paling pribadi dan tenang diseluruh dunia. Tapi kalau bisa jangan WC yang bisa diduduki karena rasa dingin dari gips bahan pembuat WC itu bisa membuat otot-otot pantat jadi tegang dan keluarnya hajat tidak lancar. Usahakan WC yang mengharuskan kita untuk berjongkok karena tekanan di perut dari kedua belah paha memberikan dorongan tambahan jadi tak perlu capek-capek ngedan. Apalagi dengan musik dangdut dari transistor usang yang bisa digantung dipintu seng WC, dijamin kegiatan pribadi semakin nikmat.

Selesai! Mandi! Kemudian sarapan tapi porsi jangan terlalu besar karena bisa-bisa si bos di kantor bisa murka melihat kita mengangguk-angguk kepala karena kantuk bukan karena mengerti. Cukup setengah piring nasi goreng atau dua potong roti dengan selai srikaya ditambah secangkir kopi atau teh dan jangan lupa sebatang rokok kretek favorit. Setelah itu langsung berangkat kerja!

Tunggu dulu! Mungkin sebagian pasti bertanya ada satu lagi ritual pagi yang terlupa, olah raga! Karena didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kita tak butuh olah raga pagi! Bukankah setiap pagi kita harus berlari-lari mengejar angkot yang tak mau berhenti lama. Belum lagi ditambah dengan kemacetan lalu lintas yang cukup menguras keringat karena sang angkot tak dilengkapi AC. Kita kan tidak begitu beruntung dengan kendaraan pribadi berAC dengan stereo merdu. Cukup dengan angkutan rakyat dan olah raga rakyat!

Read More......

HIDUP UNTUK MAKAN ATAU MAKAN UNTUK HIDUP

Mana yang benar? Makan untuk hidup atau hidup untuk makan? Mungkin untuk menjaga wibawa atau memang benar-benar pecaya, kebanyakan orang pasti akan mengatakan makan untuk hidup. Kalau aku pribadi, jujur aja philosofi ku pastilah hidup untuk makan. Dan aku benar-benar percaya akan pandangan ini.

Mari kita lihat faktanya. Secara bahasa, yang benar adalah hidup untuk makan bukanlah makan untuk hidup. Kata-kata makan untuk hidup secara sintaksis tidak dapat diperdebatkan keabsahannya. Dalam tingkatan frase, kata-kata ‘makan untuk hidup’ telah memenuhi kaidah bahasa yang walaupun tidak memiliki subjek tapi telah memiliki predikat.

Namun secara semantik, kumpulan kata-kata itu tidak memiliki arti. Karena dalam tatanan semantik, suatu kalimat atau frase harus memiliki pengertian yang memenuhi logika. Sebagai contoh: ‘anak melahirkan ibunya’. Secara sintaksis kata-kata tersebut adalah kalimat diatas memiliki subjek kata ‘anak’, predikat ‘melahirkan’, dan objek kata ‘ibunya’, tapi kalimat diatas tidak memiliki logika bahasa dimana seorang anak tidak mungkin untuk melahirkan ibunya sendiri. Begitu juga dengan kalimat ‘makan untuk hidup’, kalimat ini memiliki pengertian bahwa makan bukanlah pekerjaan yang absolut dimana ada pilihan lain untuk hidup. Sedangkan kita ketahui bahwa tidak ada satupun manusia diatas dunia ini yang mampu untuk bertahan hidup tanpa ada asupan makanan.

Dalam kehidupan nyata, kalimat ‘hidup untuk makan’ juga lebih tepat daripada ‘makan untuk hidup’ walaupun bakalan banyak orang yang menyangkalnya terutama mereka-mereka yang menerapkan’ hidup untuk makan’.

Kata ‘makan’ dalam konteks ini bukan hanya memiliki arti memakan makanan, namun ‘makan’ memliki arti yang lebih luas. Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menumpuk kekayaan dengan cara yang halal maupun haram. Banyak juga yang menggadaikan semua yang dimiliki secara moril maupun materiil untuk mendapatkan kekuasaan. Banyak lagi yang melakukan apa saja untuk mendapatkan popularitas. Jadi makan itu bukan hanya untuk memuaskan nafsu lapar kita akan makanan tapi makan juga adalah tindak kelakuan kita untuk memenuhi nafsu yang lain.

Dari masa ke masa, jaman ke jaman, manusia selalu berlomba untuk menguasai segala hal yang dapat dikuasai di dunia ini. Jika manusia tidak dapat menguasai suatu hal langsung dari alam atau mampu menciptakan hal untuk memenuhi nafsunya, maka mereka akan berusaha untuk menguasai hal-hal yang telah dikuasai oleh yang lain. Telah banyak manusia yang menjadi korban untuk memenuhi hawa nafsu yang lain dikarenakan keinginannya untuk makan. Karena keinginan manusia untuk makan inilah maka sejarah manusia selalu dipenuhi dengan pembunuhan dan pemerkosaan.

Karena bangsa Eropa lapar dan dapurnya tidak dapat menghasilkan makanan yang cukup dan lambungnya lebih besar daripada yang lain maka mereka berjalan kebenua lain yang memiliki dapur yang menghasilkan makanan-makanan lezat yang melimpah ruah. Jadilah bangsa Eropa selama ratusan tahun menumpang makan kebangsa lain dengan terkadang lupa untuk dibayar dan meninggalkan sampah yang menumpuk.

Yang terbaru, mungkin rasa lapar akan minyak bumi. Setiap negara yang memiliki hasil bumi yang melimpah adalah dapur dan tong sampah untuk mereka-mereka yang lapar. Sampahnya?! Ketidakamanan karena sang lapar ingin menguasai dapur sehingga tidak perlu makan dengan takaran si koki tapi dapat makan sampai perut melendung. Jadinya si koki dihasut dengan sang istri agar sang lapar bisa makan bebas. Kalau si koki sampai berkelahi dengan sang istri maka sang lapar bisa mengambil pihak dengan imbalan makan gratis dan juga sang lapar bisa menjual alat-alat masak baru karena bakalan ada dapur baru. Jadi dapur yang telah panas, semakin dipanas-panasi agar si koki jadi cerai dengan sang istri.

Asap bakaran dapur juga jadi masalah. Sang lapar marah karena asap dari dapur si koki membuat rumahnya seperti kebakaran. Si koki bingung karena dimana-mana kalau masak pasti ada asapnya. Tapi sang lapar tidak mau tahu karena asap bukan urusannya. Yang menjadi urusannya cuma makanan dari dapur bukan asap dari dapur. Kalau si koki mau dibantu dengan asap maka si koki harus memberi makan gratis.

Jadi sekarang milih yang mana? Pura-pura percaya kalau kita makan untuk hidup atau mau jujur mengakui kalau kita itu hidup unutk makan!!!

Read More......