Wednesday, May 30, 2007

SELAMAT PAGI

Saat pertama kali mata terbuka di pagi hari, pikiran apa yang pertama terlintas? Yang pertama pasti pikiran untuk segera lompat dan berlari ke toilet untuk mengosongkan simpanan semalam. Atau bisa juga pikiran kesal karena terbangun dari mimpi indah yang serasa seperti nyata. Menarik kembali balutan selimut yang terlepas dan pelukan bantal yang melonggar.
Bangun tidur seharusnya adalah waktu yang terbaik sepanjang hari. Saat kita terbangun di pagi hari, tubuh serasa seperti baterai yang telah terisi penuh. Semua beban yang memberati di hari kemarin telah berkurang atau paling tidak sedikit terlupa untuk beberapa saat.

Di pagi hari saat kita terbangun biasakan untuk sekedar berbaring selama sepuluh sampai lima belas menit. Waktu yang tidak begitu lama disaat yang lain adalah waktu yang cukup panjang yang diperlukan tubuh dan pikiran untuk menyesuaikan ritme gerak dengan kebutuhan hari itu. Santai dan coba tentukan rencana hari itu. Coba buat urutan prioritas hari itu. Apa yang pertama dilakukan. Apakan setelah mandi akan memasak nasi goreng dari nasi sisa semalam atau sekedar membeli lontong di warung ujung gang. Tak perlu membuat rencana yang rumit untuk waktu 24 jam, cukup pikirkan apa yang akan kita lakukan untuk waktu dua jam kedepan.
Setelah waktu yang sepuluh sampai lima belas menit itu habis, bangun dan berjalanlah kearah jendela. Buka tirai dan daun jendela kemudian tarik nafas panjang. Walaupun bau dari got sebelah rumah namun coba perhatikan, bahkan bau dari got itu lebih menyengat di siang hari dibandingkan saat anda terbangun dengan udara yang bersih selain yang keluar dari got sebelah rumah. Polusi dari jalan raya depan runah belum sepekat dua jam yang akan datang. Jadi gunakan waktu yang pendek itu untuk menghirup udara yang lebih segar dibanding yang nanti akan dihirup disaat kita akan berangkat dari rumah untuk memulai kegiatan hari itu.
Jika tetangga sebelah rumah yang jendela kamarnya langsung berhadapan dengan jendela kamar kita juga terlihat menongol menghirup udara pagi dari got yang sama, coba sapa. Karena memberi atau menerima sapaan ramah di pagi hari adalah pertanda baik untuk memulai kegiatan hari itu. Sekedar bertanya apa hasil pertandingan sepak bola yang disiarkan langsung di TV tadi malam atau bertanya ada mimpi apa tadi malam, cukup untuk mendekatkan keakraban antar tetangga.

Selesai basa-basi, mandi dan gosok gigi karena jika tak ada got yang membatasi jendela kita dan jendela tetangga, sang etangga pasti bisa mencium bau tak sedap dari liur yang mengering. Atau jangan dulu ke kamar mandi. Lanjutkan kontemplasi pagi itu. Menghisap sebatang rokok sambil berjongkok diambang pintu juga merupakan pilihan yang cukup menyenangkan. Sambil menghisap sebatang kretek, kita bisa memperhatikan lalu lalng para tetangga ang berangkat ke sekola, ke kantor atau ke pasar.

Dari ambang pintu, kita bisa sayup-sayup mendengar klotang klonteng dari dapur rumah sebelah saat sudet beradu dengan penggorengan atau para ibu-ibu yang mengeluh pada penjual sayur tentang harga bahan makanan yang semakin mahal dan kualitas yang semakin buruk. Atau bisa juga mendengar si Ucok kecil anak bang Tongat yang menangis karena dimandikan oleh ibunya dengan air dingin.

Cukup satu batang rokok, jangan terbuai dan menghabiskan berbatang-batang karena ingat kita harus berangkat juga ke tempat kerja. Kalau kurang boleh disambung di WC, hitung-hitung untuk mengurangi rasa bau dari jamban yang belum disedot berbulan-bulan. Mandi dan cukuran, sekali lagi jangan lupa gosok gigi. Karena bahkan senyum yang terindah seduniapun akan kehilangan nilai jika dibarengi dengan bau yang tak sedap seperti jamban yang belum disedot berbulan-bulan.

Kalau masih kurang kontemplasinya, sambung lagi di WC. WC adalah tempat yang paling pribadi dan tenang diseluruh dunia. Tapi kalau bisa jangan WC yang bisa diduduki karena rasa dingin dari gips bahan pembuat WC itu bisa membuat otot-otot pantat jadi tegang dan keluarnya hajat tidak lancar. Usahakan WC yang mengharuskan kita untuk berjongkok karena tekanan di perut dari kedua belah paha memberikan dorongan tambahan jadi tak perlu capek-capek ngedan. Apalagi dengan musik dangdut dari transistor usang yang bisa digantung dipintu seng WC, dijamin kegiatan pribadi semakin nikmat.

Selesai! Mandi! Kemudian sarapan tapi porsi jangan terlalu besar karena bisa-bisa si bos di kantor bisa murka melihat kita mengangguk-angguk kepala karena kantuk bukan karena mengerti. Cukup setengah piring nasi goreng atau dua potong roti dengan selai srikaya ditambah secangkir kopi atau teh dan jangan lupa sebatang rokok kretek favorit. Setelah itu langsung berangkat kerja!

Tunggu dulu! Mungkin sebagian pasti bertanya ada satu lagi ritual pagi yang terlupa, olah raga! Karena didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kita tak butuh olah raga pagi! Bukankah setiap pagi kita harus berlari-lari mengejar angkot yang tak mau berhenti lama. Belum lagi ditambah dengan kemacetan lalu lintas yang cukup menguras keringat karena sang angkot tak dilengkapi AC. Kita kan tidak begitu beruntung dengan kendaraan pribadi berAC dengan stereo merdu. Cukup dengan angkutan rakyat dan olah raga rakyat!

Read More......

HIDUP UNTUK MAKAN ATAU MAKAN UNTUK HIDUP

Mana yang benar? Makan untuk hidup atau hidup untuk makan? Mungkin untuk menjaga wibawa atau memang benar-benar pecaya, kebanyakan orang pasti akan mengatakan makan untuk hidup. Kalau aku pribadi, jujur aja philosofi ku pastilah hidup untuk makan. Dan aku benar-benar percaya akan pandangan ini.

Mari kita lihat faktanya. Secara bahasa, yang benar adalah hidup untuk makan bukanlah makan untuk hidup. Kata-kata makan untuk hidup secara sintaksis tidak dapat diperdebatkan keabsahannya. Dalam tingkatan frase, kata-kata ‘makan untuk hidup’ telah memenuhi kaidah bahasa yang walaupun tidak memiliki subjek tapi telah memiliki predikat.

Namun secara semantik, kumpulan kata-kata itu tidak memiliki arti. Karena dalam tatanan semantik, suatu kalimat atau frase harus memiliki pengertian yang memenuhi logika. Sebagai contoh: ‘anak melahirkan ibunya’. Secara sintaksis kata-kata tersebut adalah kalimat diatas memiliki subjek kata ‘anak’, predikat ‘melahirkan’, dan objek kata ‘ibunya’, tapi kalimat diatas tidak memiliki logika bahasa dimana seorang anak tidak mungkin untuk melahirkan ibunya sendiri. Begitu juga dengan kalimat ‘makan untuk hidup’, kalimat ini memiliki pengertian bahwa makan bukanlah pekerjaan yang absolut dimana ada pilihan lain untuk hidup. Sedangkan kita ketahui bahwa tidak ada satupun manusia diatas dunia ini yang mampu untuk bertahan hidup tanpa ada asupan makanan.

Dalam kehidupan nyata, kalimat ‘hidup untuk makan’ juga lebih tepat daripada ‘makan untuk hidup’ walaupun bakalan banyak orang yang menyangkalnya terutama mereka-mereka yang menerapkan’ hidup untuk makan’.

Kata ‘makan’ dalam konteks ini bukan hanya memiliki arti memakan makanan, namun ‘makan’ memliki arti yang lebih luas. Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menumpuk kekayaan dengan cara yang halal maupun haram. Banyak juga yang menggadaikan semua yang dimiliki secara moril maupun materiil untuk mendapatkan kekuasaan. Banyak lagi yang melakukan apa saja untuk mendapatkan popularitas. Jadi makan itu bukan hanya untuk memuaskan nafsu lapar kita akan makanan tapi makan juga adalah tindak kelakuan kita untuk memenuhi nafsu yang lain.

Dari masa ke masa, jaman ke jaman, manusia selalu berlomba untuk menguasai segala hal yang dapat dikuasai di dunia ini. Jika manusia tidak dapat menguasai suatu hal langsung dari alam atau mampu menciptakan hal untuk memenuhi nafsunya, maka mereka akan berusaha untuk menguasai hal-hal yang telah dikuasai oleh yang lain. Telah banyak manusia yang menjadi korban untuk memenuhi hawa nafsu yang lain dikarenakan keinginannya untuk makan. Karena keinginan manusia untuk makan inilah maka sejarah manusia selalu dipenuhi dengan pembunuhan dan pemerkosaan.

Karena bangsa Eropa lapar dan dapurnya tidak dapat menghasilkan makanan yang cukup dan lambungnya lebih besar daripada yang lain maka mereka berjalan kebenua lain yang memiliki dapur yang menghasilkan makanan-makanan lezat yang melimpah ruah. Jadilah bangsa Eropa selama ratusan tahun menumpang makan kebangsa lain dengan terkadang lupa untuk dibayar dan meninggalkan sampah yang menumpuk.

Yang terbaru, mungkin rasa lapar akan minyak bumi. Setiap negara yang memiliki hasil bumi yang melimpah adalah dapur dan tong sampah untuk mereka-mereka yang lapar. Sampahnya?! Ketidakamanan karena sang lapar ingin menguasai dapur sehingga tidak perlu makan dengan takaran si koki tapi dapat makan sampai perut melendung. Jadinya si koki dihasut dengan sang istri agar sang lapar bisa makan bebas. Kalau si koki sampai berkelahi dengan sang istri maka sang lapar bisa mengambil pihak dengan imbalan makan gratis dan juga sang lapar bisa menjual alat-alat masak baru karena bakalan ada dapur baru. Jadi dapur yang telah panas, semakin dipanas-panasi agar si koki jadi cerai dengan sang istri.

Asap bakaran dapur juga jadi masalah. Sang lapar marah karena asap dari dapur si koki membuat rumahnya seperti kebakaran. Si koki bingung karena dimana-mana kalau masak pasti ada asapnya. Tapi sang lapar tidak mau tahu karena asap bukan urusannya. Yang menjadi urusannya cuma makanan dari dapur bukan asap dari dapur. Kalau si koki mau dibantu dengan asap maka si koki harus memberi makan gratis.

Jadi sekarang milih yang mana? Pura-pura percaya kalau kita makan untuk hidup atau mau jujur mengakui kalau kita itu hidup unutk makan!!!

Read More......

Thursday, May 24, 2007

MASA YANG INDAH

Belakangan ini aku sering memperhatikan anak-anak yang tinggal di komplek apartment tempat aku tinggal. Satu yang menyolok dalam perhatianku adalah anak-anak ini jarang bermain diluar komplek gedung, paling jauh mereka bermain hanya didepan gerbang komplek. Saat melihat anak-anak ini aku jadi teringat dengan anak-anak yang tinggal dilingungan rumahku.

Kalau ku bandingkan dengan masa kecilku, sangat jauh perbedaan antara masaku dan masa sekarang. Dulu disekitar lingkungan tempatku tinggal masih banyak terdapaty tanah kosong dan lapangan sehingga masih banyak tempat untuk kami saat itu untuk bermain sepuas-puasnya. Tapi sekarang disekitar tempat tinggalku sudah tidak ada lagi tempat untuk anak-anak untuk bermain bebas. Paling banter mereka cuma bermain di seputar rumah dan jalanan gang yang luasnya tidak seberapa. Sekarang lingkungan tempatku tinggal sudah dipenuhi dengan bangunan beton ruko bahkan hingga kedalam gang kecil. Kalau ku perhatikan lebih teliti lagi, sudah tidak ada lagi sejengkal tanah pun yang dapat terlihat, semua permukaan tanah di gang belakang rumahku sekarang telah ditutupi dengan lapisan semen.

Sekarang ini anak-anak yang ada dilingkungan tempatku tinggal lebih banyak dihibur dengan permainan elektronik seperti Play Station, Xbox dan permainan semacamnya. Jarang ada diantara mereka mengenal permainan yang dulu sering kami sebagai anak-anak sering mainkan. Dulu waktu aku masih kecil jarang ada teman yang memiliki permainan video game seperti itu yang pada masa itu didominasi oleh Spica dan Nintendo. Bahkan untuk televisi dulu tidak banyak pilihan karena memang waktu tiu yang ada cuma TVRI dan kalau ingin melihat acara TV lain yang biasanya stasiun TV Malaysia, seringnya kami harus memanjat pagar dan mengintip melalui jendela tetangga dari etnis Cina dan biasanya pasti diusir. Cuma ada satu orang tetangga yang dari etnis Cina itu yang biasanya mengizinkan kami untuk menonton TV dirumahnya, aku tidak tahu nama aslinya karena biasanya kami memanggilnya dengan Nyonya. Bahkan seringnya dia memanggil kami dan menyuguhkan makanan kecil.

Dan setiap raya Cina atau Cap Go Meh, Nyonya itu biasanya juga mengundang kami anak-anak untuk datang bertamu kerumahnya dan satu-dua diantara kami biasanya bakalan dapat angpau. Selain Nyonya itu ada juga salah seorang tetangga dari etnis Cina yang cukup baik hati terutama terhadap kami anak-anak, kami biasa memanggilnya dangan Nenek.

Dulu begitu banyak permainan yang bisa dibilang tradisional seperti Dompu, Alep Cendong atau ditempat lain mungkin dikenal sebagai Gobak Sodor, Alep Berondok atau Petak Umpet, Kuda Tunggang, Alep Buaya, Batalion, Engklek, Hompimpa dan banyak lagi permainan anak yang lain. Dari semua permainan itu aku paling malas kalau main Kuda Tunggang karena pasti aku jarang dikasih ikut bermain oleh kawan-kawan yang lain. Alasannya karena badanku terlalu gendut. Jadinya tidak ada yang bisa memanggulku keliling, yah nasibnya anak gendut, kadang jadi bos tapi kadang cuma bisa jadi penonton!

Kuda Tunggang biasanya dimainkan oleh dua kelompok dan salah seorang anak yang tidak masuk dalam kedua kelompok akan bertugas sebagai tiang, nah tugas ini yang biasanya boleh ku mainkan. Tiang bertugas sebagai tempat tumpuan kelompok yang mendapat gilirang menjadi kuda. Kelompok yang bertugas menjadi kuda akan membentuk barisan dengan membungkuk dengan saling memeluk pinggang orang yang ada didepannya. Diujung barisan adalah tiang. Kelompok yang menjadi penunggang akan melompat keatas punggung kuda sampai semua anggota kelompok dapat berada diatas punggung kuda. Setelah semua naik kepunggung kuda, penunggang pertama akan tanding suit dengan tiang. Jika kelompok penunggang kalah tanding suit atau terjatuh dari punggung kuda karena kesalahan sendiri maka sebagai hukumannya mereka akan gantian bertugas sebagai kuda. Namun jika kelompok yang menjadi kuda tidak dapat mempertahankan formasinya atau kelompok penunggang menang dalam tanding suit maka kelompok kuda harus memanggul para penunggang sampai jarak yang ditentukan.

Selain permainan-permainan anak tersebut banyak juga mainan yang tidak harus dibeli di toko mulai dari ikan laga, karet gelang, biji pohon karet, tembak-tembakan dari pelepah daun pisang, mobil-mobilan dari kaleng dan bilah bambu bahkan tempurung kelapa bisa menjadi banyak macam mainan mulai dari engrang sampai senter lilin.

Untuk mencari biji pohon karet yang biasa kami sebut dengan ‘para’ biasanya aku bersama teman-teman akan melakukan ‘ekspedisi’ kecil-kecilan. Jarak perkebunan karet yang terdekat dari tempat sekitar kurang lebih 15 km dari tempat tinggalku didaerah Marcapada. Kalau mencari biji karet di Kuala, kami harus menyisihkan sebagian uang jajan yang tak seberapa untuk ongkos bus karena tempatnya terlalu jauh untuk ditempuh dengan mengendarai sepeda apalagi dengan berjalan kaki. Biasanya kami akan melakukan perjalanan ekspedisi itu pada akhir pekan atau hari libur sekolah. Kadang untuk menempuh jarak itu kami akan mengendarai sepeda namun lebih sering dengan berjalan kaki atau menumpang truk pengangkut galian C yang banyak lalu lalang ke arah perkebunan karet yang tak jauh dari sungai tempat truk-truk itu mengambil muatan.

Biasanya juga kami pasti membawa bekal untuk dijalan tapi biasanya aku yang kebagian tugas untuk bawa nasi karena mamakku punya kedai nasi jadi kalau masalah nasi bungkus gampang dapat. Dulu waktu kecil aku punya skopel atau tali pinggang kanvas tentara lengkap dengan velves tempat air pemberian abang sepupuku yang jadi polisi. Jadi lengkap dengan skopel, velves dan topi koboi loreng, aku jadinya seperti komandan yang memimpin pasukan kecil yang akan menyergap musuh, bukan berarti aku sok bos diantara teman-temanku yang lain namun memang badanku lebih besar dari yang lain.

Memang jarak yang dijempuh relatif jauh, namun tempat yang harus kami lalui masih asri dan indah jadinya tidak membosankan. Banyak juga sungai besar dan kecil yang kami lalui sehingga kalau badan gerah bisa berhenti untuk beristirahat dan membuka bekal dan diteruskan dengan mandi dan berenang disungai. Perjalanan melalui perladangan dan pematang sawah itu biasanya kami tempuh selama 3 hingga 4 jam karena sudah pasti lebih banyak berhentinya karena sang ‘komandan’ kecapekan membawa badannya yang besar.

Memang sebenarnya untuk mendapatkan biji karet atau ‘para’ itu tak perlu berjalan sejauh itu karena hampir di setiap sekolah dasar setiap musim ‘para’ banyak orang yang menjual diluar pagar sekolah. Namun harganya bisa sangat mahal untuk ukuran anak-anak waktu itu. Untuk ‘para’ dengan kualitas biasa harganya bisa Rp 25,- atau Doplim, yang sedang sekitar Limpol atau Rp 50,- dan yang paling bagus bisa sampai Rp 100,- hingga Rp 200,-. Mungkin untuk anak-anak zaman sekarang ini uang segitu tak ada artinya dan bahkan mungkin mereka tidak pernah memegang uang dengan pecahan sekecil Rp 25,- tapi untuk masa itu uang Doplim bisa untuk beli kerupuk atau es boks satu.

Terkadang kalau melihat anak-anak zaman sekarang, aku merasa kasian juga. Memang kayaknya anak-anak zaman sekarang terutama yang hidup diperkotaan tampak lebih bersih dan sangat terurus namun kalau diperhatikan lebih baik kebanyakan kulitnya pucat karena jarang terkena sinar matahari, beda dengan anak-anak zamanku dan yang sebelumku, walaupun dengan baju sedikit koyak dan kulit hitam terpanggang matahari namun bersinar sehat.

Banyak lagi yang bisa ku ceritakan tentang masa kecilku bersama teman-teman. Bagaimana petualangan kami ke sawah-sawah atau rawa-rawa untuk mencari ikan laga, di kejar-kejar Wak Amat tukang kebun Wak Hamid karena ketahuan mencuri kuini, asyiknya mandi dan berenang di sungai Bingai sambil membuat bola pasir untuk diadu, bagaimana takutnya lari tunggang langgang dikejar anjing Pak Aheng atau Bu Elis, bagaimana harus lari menyelamatkan diri dari kejaran Wak Fozi karena ketahuan menebangi pohon pisang dikebunnya untuk dibuat rakit, dan banyak lagi. Mungkin lain waktu akan ku ceritakan lagi petualangan-petualangan masa kecilku yang tak kalah seru dari kisah detektif-detektif cilik Enyd Blyton. Namun saat ini sampai disini dulu.

Read More......

Saturday, May 19, 2007

TULISAN

Bayangkan dunia tanpa tulisan. Pastilah yang pertama terlintas adalah dunia di masa pra sejarah karaena kata pra sejarah sendiri mengacu pada dunia atau peradaban tanpa tulisan, tanpa catatan jelas akan kehidupan manusia di masa itu.

Banyak teori mengenai sistem penulisan pertama di dunia namun konvensi dari banyak ahli, sistem penulisan Cuneiform pada peradaban Sumeria atau dikenal juga sebagai peradaban Lembah Indus/Mesopotamia. Dari pengukuran umur karbon terhadap kepingan gerabah yang ditulisi dengan simbol-simbol Cuneiform, ditemukan bahwa sistem penulisan ini sudah berumur lebih dari 5000 tahun.

Memang ada sistem penulisan yang berumur lebih tua seperti sistem penulisan Cina kuno yang ditemukan pada tahun 2003 di wilayah Jihau, Hunan. Sistem penulisan ini berumur sekitar 8000 tahun atau telah ada sejak tahun 6000 SM. Namun sistem ini masih dianggap belum memadai untuk dikategorikan sebagai sistem penulisan yang memiliki struktur ketat. Seperti umumnya sistem penulisan kuno lainnya, simbol yang digunakan dalm sistem penulisan Jihau masih berupa simbol logografik dimana bahasa bahasa disimbolkan dengan gambardari alam sekitar.

Satu bukti yang sangat menarik adalah sistem penulisan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan suatu peradaban, terlepas dari adanya hubungan dengan peradaban yang lain. Sebagai contoh, terdapat juga sistem penulisan di benua Amerika dimana baru sampai abad ke 15 baru memiliki hubungan dengan peradaban dari dunia lain.

Jadi apa yang mendasari penciptaan sistem penulisan dalam suatu peradaban?

Saat manusia mulai keluar dari gua dan mulai dihidup di dunia luar, anggota kelompok masyarakat juga bertambah seiring dengan kebutuhan untuk melindungi diri baik dari serangan binatang buas maupun kelompok masyarakat yang lain. Anggota somah yang pada awalnya hanya berdasarkan ikatan darah meluas dengan meningkatnya jumlah anggota masyarakat ini. Pada masa inilah manusia mulai mengenal dan mengembangkan teknologi pertanian dan peternakan.
Cara hidup mulai berubah dari hanya mengumpulkan apa yang dihasilkan alam dengan manipulasi lingkungan untuk menghasilkan bahan kebutuhan anggota masyarakat. Pada masa ini juga manusia mulai mengenal adanya kepemilikan pribadi atas barang materi.
Cara hidup dengan kelompok yang besar juga membutuhkan adanya aturan diantara anggota masyarakatnya sendiri. Terutama aturan mengenai tanggung jawab setiap anggota masyarakat dan aturan kepemilikan barang materi. Sebelum adanya tulisan beberapa dari anggota masyarakat memiliki tugas untuk menghafal semua aturan. Lebih dari itu mereka juga bertugas untuk menghafal silsilah keluarga dalam masyarakat. Kebiasaan ini sampai saat ini masih dapat ditemui pada beberapa suku pengembara di benua Afrika dimana sistem budayanya bersandar sepenuhnya dari memori anggota suku.

Namun permasalahan mulai muncul saat anggota masyarakat semakin bertambah banyak dan orang-orang yang bertugas sebagai penghafal meninggal dunia tanpa sempat untuk mewariskan pengetahuannya kepada penerus. Banyak dari aturan dan traktat dalam masyrakat hilang bersama para penghafalnya.

Beberapa dari anggota masyarakat mulai menggunakan simbol-simbol untuk melambangkan catatan-catatan terutama yang berhubungan dengan perdagangan. Penggunaan simbol-simbol ini semakin luas saat kebutuhan untuk mencatat setiap perkembangan dalam masyarakat semakin meluas. Dan simbol yang pada awalnya menggambarkan benda dari lingkungan sekitar berkembang dan berubah menjadi lambang-lambang abstrak. Dan lambang-lambang abstrak inilah yang kemudian berkembang sebagaia apa yang kita kenal sebagai sistem alfabet moderen.

NOTHING CAN EVER BE AS SHOCKING AS LIFE. EXCEPT WRITING.
Ibn Zerhani
(The Black Book, Orhan Pamuk)

Read More......

Friday, May 18, 2007

MALAM PANJANG

Aku ingat lagi terhadap gempa yang terbesar yang pernah kurasakan seumur hidupku. 8.7 skala Richter! Bayangkan! Bukan gempa Desember 2004 tapi gempa Maret 2005 atau gampa Nias.

Kalau ku pikir-pikir lagi, gak habis pikir juga. Dari aku lahir sampai aku berumur 24, seingatku, aku hanya pernah merasakan dua kali gempa. Yang pertama saat aku duduk dibangku kelas 6 SD. Dan karena gempa yang ini aku sempat dihukum berdiri di depan kelas oleh guruku.

Ceritanya, sehari setelah gempa itu, aku sempat memicu kepanikan disekolah karena kejahilanku. Pada hari gempa, aku dan beberapa teman sempat memperhatikan kalau kebanyakan teman sekelas yang cewek pada menjerit-jerit karena takut dan kemudian semua murid dipulangkan. Kebetulan keesokan harinya kelasku akan melaksanakan ulangan dan aku belum belajar dan aku belum sempat belajar jadinya aku malas kalau ada ulangan hari itu.
Jadi aku dan beberapa teman sepakat untuk pura-pura merasakan gempa. Beberapa saat sebelum ulangan dimulai, aku dan teman sekomplotan, sekonyong-konyong lari sambil berteriak-teriak, “gempa, gempa!” dan sontak semua kelas yang mendengar ikut-ikutan lari terbirit-birit kocar kacir. Sialnya, salah seorang teman sekelasku terjatuh dan sempat terinjak-injak. Untunglah dia tidak sempat luka parah cuma shock berat sampai tak berani sekolah untuk beberapa lama. Setelah diusut-usut, ketahuan kalau dalangnya itu aku dan jadilah aku kena hukuman dari guru.

Gempa yang kedua terjadi beberapa bulan setelah itu dan aku ingat kejadiannya hari minggu karena seingatku aku tidak sekolah hari itu. Dan karena gempa itu aku sempat lari terbirit-birit telanjang bulat. Memang waktu gempa, aku lagi mandi pagi di sumur dan karena gempa itu ring sumur di rumahku jadi runtuh. Untung waktu itu masih SD jadi belum terlalu malu kalau lari-lari telanjang bulat kalau sudah lebih besar kan malu!

Itu dua gempa yang pernah kurasakan selama kurang lebih 24 tahun. Tapi dari Desember 2004 hingga Mei 2005, aku tidak tahu pasti berapa banyak gempa yang kurasakan. Yang terbesar dan tak bakalan kulupakan seumur hidup mungkin yang terjadi pada Maret 2005 mungkin dikarenakan gempa ini, aku bisa dikategorikan sebagai pengungsi.

Aku ingat kejadiannya malam sekitar jam 11 dan aku dan beberapa teman baru selesai main dam batu. Malam itu kami memang sedang mengadakan acara makan malam bersama karena memang seharusnya keesokan harinya aku dan beberapa teman akan kembali ke Medan karena kontrak kami bersama MSF-Ch telah selesai.

Jadi ceritanya kami sedang beberes karena memang acara untuk malam itu telah selesai tapi tak ada satupun yang menduga kalau kami akan mendapatkan acara tambahan. Pertama yang terasa oleh semua cuma getaran pelan. Roni teman sekantorku sempat bilang untuk tenang karena memang di Pulau Simeulue tempat ku berkerja sering terjadi gempa-gempa kecil sejak kejadian tsunami karena pulau itu merupan daratan yang terdekat dengan episentrum gempa Desember 2004. Jadi semuanya tidak begitu memperhatikan getaran itu namun getarannya semakin lama semakin keras dengan suara bergemuruh. Suara yang disebabkan gempa itu terdengar seperti peasawat jet yang akan lepas landas. Sontak semua yang ada dirumah tempat kami tinggal berusaha untuk lari keluar rumah. Kalau aku tak salah ingat ada sekitar sembilan atau sepuluh orang semuanya.

Yang lain berlari menuju pintu depan sedangkan kau dan bang Muzakir, salah seorang teman sekerja lari kearah pintu belakang. Jujur, sampai sekarang aku belum mengerti juga kenapa pada saat kejadian itu aku masih dapat berpikir jernih. Saat aku melihat yang lain berlari ke pintu depan, langsung aku berpikir bahwa akan ada ‘antrian’ dipintu dan ada kemungkinan tidak semua akan bisa keluar dengan cepat. Pintu belakang juga berjarak lebih dekat daripada pintu depan karena memang pada saat getaran gempa itu terasa kebanyakkan dari kami sedang berada di ruang belakang. Jadilah aku berlari kearah pintu belakang sambil berteriak ke bang Muzakir untuk ikut berlari kearah pintu belakang.

Gempa itu terjadi sangat cepat kurang dari 15 detik tapi kejadiannya terasa sangat lama. Saat aku berlari ke pintu belakang, pertama aku berlari ke arah menara penampung air tapi aku sempat berpikir kalau menara dari kayu itu tumbang dengan bak berbobot berat bisa jadi peyek aku kalau ketimpa. Terus saat aku akan berlari ke pohon kelapa, terpikir juga bagaimana kalau kelapanya ada yang jatuh, kan lumayan kalau menimpa kepala. Jadilah dengan bersusah payah aku berlari kearah tiang jemuran baju. Bang Muzakir terus berlari keluar dari pintu gerbang belakang. Dia sempat berteriak memanggil-manggilku untuk iktu berlari kearahnya tapi aku takut kalau ada tsunami yang datang karena memang kalau kita keluar dari gerbang belakang rumah itu pasti akan langsung berada dipantai.

Pertama yang kulakukan adalah memeluk kuat tiang jemuran itu. Getaran gempanya terasa sangat kuat. Gerakan pertama yang kurasakan seakan bumi bergerak ke kiri dan ke kanan. Kemudian bumi seakan berputar melingkar dan dihentakkan keatas dan kebawah. Lumayan juga, kepalaku sempat terantuk-antuk ke tiang jemuran, untungnya gak sempat benjol.
Setelah getaran gempa itu mereda baru aku sadar bahwa begitu kami keluar dari pintu rumah, setengah dari bangunan rumah itu telah runtuh. Terdengar dari depan suara teman-teman yang telah keluar dari pintu depan memanggil-manggilaku dan bang Muzakir. Mungkin mereka mengira kalau kami berdua telah terkubur reruntuhan rumah karena mereka tidak melihat kami keluar bersama mereka. Sambil meraba jalan aku dan bang Muzakir mencari jalan diantara reruntuhan rumah denga takut-takut terpijak paku atau pecahan kayu karena saat berlari keluar rumah tak satupun diantara kami semua yang ingat untuk mencari alas kaki.
Begitu mencapai bagian depan rumah dan berkumpul kembali dengan teman-teman, kami berembuk untuk menentukan langkah berikutnya. Alhamdullillah, semuanya selamat. Bang Beni dan Roni memutuskan untuk pergi kearah pantai untuk melihat apakah air pantai surut. Jika air di pantai surut itu merupakan tanda kalau tsunami akan datang. Aku, Rizal, bang Muzakir dan Marieane, perawat berkebangsaan Perancis akan menunggu Bang Beni dan Roni dikaki bukit depan rumah dan jika air dipantai terlihat surut kami akan bergegas mengungsi keatas bukit. Aku awalnya ingin ikut dengan mereka ke pantai tapi mereka melarang dengan alasan kalau ada apa-apa sulit bagiku untuk lari karena badanku kegendutan. Teman-teman yang lain yang merupakan penduduk setempat kembali kerumah masing-masing untuk melihat keadaan keluarga mereka.

Mungkin ada ratusan orang yang berjubel dijalan setapak keatas bukit karena semua orang takut akan terjadi tsunami. Rizal dengan paniknya berusaha menarik Marieane untuk naik keatas bukit namun perawat Perancis itu menolak sebelum Bang Beni dan Roni kembali dari pantai. Rizal terlihat sangat panik dan gelisah, bang Muzakir cuma diam dengan pucat tapi terlihat dari matanya kalau dia sangat ketakutan. Bagaimana dengan kondisiku saat itu? Jujur aku merasa sangat lepas, mungkin karena pengaruh adrenalin. Orang yang sering melakukan olah raga ekstrim pasti akan paham bagaimana rasanya saat adrenalin kita dipacu. Jadi bawaannya mau ketawa terus.

Bang Beni dan Roni kembali dari pantai dan mereka tidak melihat kalau air dipantai surut, jadi kemungkinan besar tidak akan ada tsunami. Kami memutuskan untuk tidak mengungsi ke bbukit tapi pergi ke rumah yang satu lagi yang ditempati staff internasional MSF-Ch untuk melihat bagaiman kondisi disana. Sebagai staff lokal, keselamatan para expat tersebut menjadi sebagian dari tanggung jawab kami.

Namun sebelum kesana bang Muzakir memaksa untuk kembali kerumah untuk mengambil kopernya. Awalnya kami menolak tapi dia tetap memaksa. Mungkin banyak barang berharganya. Jadilah akhirnya sambil menggotong kopernya bang Muzakir berjalan mengikuti rombongan kecil kami dari belakang. Sesampai ke rumah para expat itu yang kami sebut dengan rumah biru karena memang dindingnya di cat biru langit, terlihat kalau rumah itu tidak mengalami kerusakan parah. Untuk sementara kami tinggal dirumah itu.
Ada yang agak lucu saat kami berjalan ke rumah biru. Ceritanya malam itu ada acara pernikahan tidak jauh dari rumah biru. Saat kami melewati tempat pesta itu terlihat kedua pengantinnya berdiri dipinggir jalan dengan masih menggunakan pakaian pengantin yang belum terkancing dengan benar. Mungkin baru mau malam pertama, malah terkena gempa. Gagallah acara malam pertamanya.

Tak lama teman-teman dari PMI datang dan meminta bantuan karena di wilayah kota banyak bangunan yang runtuh dan ada beberapa orang yang terkubur dibawah bangunan itu dan kebanyakan orang telah mengungsi ke bukit sehingga PMI kekurangan orang untuk mengevakuasi korban. Jadi kami ikut membantu untuk mencari korban yang tertimpa bangunan yang runtuh itu. Padahal aku cuma menggunakan sarung karena saat lari keluar dari rumah, aku lupa untuk memakai celana dan semua pakaianku saat itu telah terkubur dibawah reruntuhan rumah yang kami tempati. Untung pakai sempak, kalau tidak kan kasihan orang yang berada dibawahku saat memanjat reruntuhan itu, bisa lihat pemandangan yang bisa dianggap indah atau buruk!

Jujur aku tidak bisa berbuat banyak untuk membantu orang-orang yang tertimbun reruntuhan itu karena memang aku tidak punya kemampuan yang memadai dalam bidang evakuasi dan kurangnya keberanian. Jadi setelah banyak yang datang membantu aku segera turun dan membiarkan mereka bekerja. Daripada malah jadi kerjaan untuk yang lain lebih baik aku mundur saja. Kalau tak salah total ada sekitar 23 orang yang menjadi korban di seluruh pulau Simeulue.

Mungkin malam itu merupakan malam yang terpanjang yang pernah kualami seumur hidupku.

Read More......

Thursday, May 17, 2007

UNIK

Apakah ada yang dua hal di dunia ini yang benar-benar sama satu sama lainnya? Mungkin banyak yang akan menjawab ada namun aku yakin lebih banyak lagi yang akan menjawab tidak. Memang jika kita telaah secara mendetail takan ada dua hal atau benda yang ada di dunia ini yang benar-benar identik. Bahkan dengan peralatan yang paling canggih sedunia pasti ada perbedaan atas produk yang dihasilkannya. Mungkin dipermukaan kita takkan bisa menemukan perbedaan-perbedaan tersebut namun secara mikroskopik perbedaan itu pasti ada.

Itu untuk benda materiil, bagaimana dengan hal-hal yang manusiawi? Terhadap manusia, perbedaan antara yang satu dengan lainnya kan sangat kentara karena memang tidak ada manusia tang seratus persen identik dengan yang lain. Bahkan dua orang anak kembar yang berasal dari satu indung telur, tidak akan seratus persen sama.
Satu contoh yang paling mencolok dalam diri manusia adalah sidik jari. Sejak ditemukannya keunikan sidik jari diakhir abad 19, sidik jari menjadi alat utama untuk mengidentifikasi setiap individu dalam berbagai bidang.

Untuk pemikiran manusia itu unik antara satu dengan lainnya. Sebagai salah satu pembeda antara manusia dan binatang adalah kemampuan manusia untuk berpikir secara logis. Jika binatang lebih dituntun oleh instingnya sedangkan manusia dalam setiap keputusan yang dibuat hampir selalu dilandasi oleh pemikiran logis. Karena kemampuan untuk berpikir logis inilah kita semakin jauh dari binatang. Manusia mampu untuk menciptakan instrumen-instrumen bantu untuk memudahkan pekerjaannya. Mungkin sebagian binatang memiliki kemampuan untuk menggunakan instrumen sabagai alat bantu. Namun penggunaannya sangtatlah primitif.

Kemampuan manusia untuk menggunakan bahasa untuk berkomunikasi juga merupakan pembeda antara manusia dengan binatang. Namun secara phisiologis kemampuan untuk menggunakan bahasa ini juga membatasi kemampuan manusia untuk mengunakan fisiknya secara maksimal. Karena bahasa, manusia harus memaksimalkan penggunakan otak bagian kiri yang mengatur kemampuan logis, namun disatu sisi otak bagian kiri juga mengatur pergerakan fisik tubuh bagian kanan sehingga kebanyakan manusia lebih banyak menggunakan tangan kanannya dibandingkan tangan kiri. Sedangkan pada binatang terutama dari bangsa primata yang menurut Darwin merupakan ‘saudara tua’, pembagian fungsi otak ini tidak begitu dominan sehingga binatang memiliki kemampuan yang setara dalam penggunaan kedua bagian tubuhnya.

Kembali ke masalah pemikiran. Dari masa ke masa begitu banyak usaha untuk membuat pemikiran manusia menjadi satu dengan menghilangkan perbedaan pendapat di dalam anggota masyarakat. Terutama dalam masyarakat yang dipimpin secara otoriter. Dalam masyarakat ini, penguasa selalu berusaha untuk menyelaraskan pemikiran masyarakatnya sesuai dengan kebijakan penguasa.

Namun setiap usaha untuk menyelaraskan pemikiran ini selalu mendapatkan perlawanan baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Ada kalanya perlawanan ini akan menjadi pemenang namun ada kalanya juga perlawanan ini akan tenggelam dan terlindas. Segala usaha untuk mengajukan sesuatu yang baru kedalam struktur yang telah mapan baik secara waktu dan pengaruh merupakan usaha yang memerlukan daya yang sangat besar.

Empat ratus tahun yang lalu Copernicus mengajukan teori matahari sebagai pusat tata surya untuk mendekonstruksi teori lama yang menganggap bumi sebagai pusat tata surya. Usahanya itu mendapatkan kecaman yang luas baik dari masyarakat umum maupun kalangan cendikiawan. Perlawanan yang terbesar datang dari kalangan gereja yang memegang kekuasaan mutlak atas perkembangan pemikiran pada masa itu.

Seabad yang lalu, Einstein mengajukan teori Relativitas yang mendobrak anggapan umum tentang alam semesta. Teori Einstein yang mencoba membedah pengaruh gravitasi terhadap ruang dan waktu. Bagaimana ruang dan waktu dapat mengembang dan menciut sesuai dengan daya gravitasi yang mempengaruhinya merubah cara pandang kita terhadap alam semesta. Teori Newton yang menjadi landasan bagi setiap teori yang berhubungan massa materi selama ratusan tahun menjadi seperti kehilangan kharismanya saat berhadapan dengan teori Relativitas Einstein.

Dalam dekade 40an dan 50an, Alfred Kinsey mendobrak tabu lama yang menganggap bahwa diskursus mengaenai seks seharusnya tetap berada di luar ruang publik. Dengan dua bukunya, ‘Sexual Behavior in the Human Male’ (1948) dan ‘Sexual Behavior in the Human Female’ (1953) yang terkenal juga sebagai Kinsley’s Report, menjadi best seller, anggapan lama kehilangan cengkeramannya. Banyak yang beranggapan bahwa penelitian Kinsley tersebutlah yang memicu munculnya Sexual Revolution di era 60an walaupun ia sendiri tidak merasakan dan melihat revolusi ini.

Dan di era 60an, Derrida mengajegkan istilah ‘dekonstruksi’ yang pada akhirnya menjungkir balik semua tatanan pemikiran lama. Dimana ikatan terhadap struktur lama akan selalu dipertanyakan dan didesain ulang demi mendapatkan kebenaran dan menjaga adanya kebebasan dalam mentelaah dan membedah segala topik baik dalam tingkatan philosopis hingga tingkatan praktis.

Dan saat ini, dengan tulisan ini apa yang ingin ku dobrak dari tatanan yang telah mapan dan diterima umum? Kalau boleh jujur... TIDAK ADA! Alasan yang utama ungkin karena aku ingin menulis dan tidak punya bahan yang pasti. Nah, disitu juga letak perbedaan antara manusia yang satu dengan lainnya. Mungkin untuk manusia yang lain segala perbuatan dan karya haruslah memiliki alasan yang scientifik atau dalam bahasa kasarnya ‘mentereng’. Tapi tidak untukku, terutama untuk tulisan yang satu ini. Dan sekali lagi alasan utamanya lebih untuk menulis tanpa embel-embel lainnya. Terserah untuk yang membaca. Karena dalam setiap hal selalu ada perbedaan serta pro dan kontra. Jadi pilih yang mana? PRO atau KONTRA!

Read More......

Wednesday, May 09, 2007

UNTUNG ADA TSUNAMI



Selama aku berada di India, dalam setiap pembicaraan dengan setiap orang yang tahu aku berasal dari Indonesia pasti pertanyaan pertamanya tentang gempa dan Tsunami. Memang kejadian bencana Tsunami 26 Desember 2004 yang diluar Indonesia banyak dikenal dengan ‘Boxing Day Tsunami’, sedikit banyak dalam anggapanku seperti bencana membawa berkah atau dalam bahasanya Tante Elizabeth ‘blessing in disguise’. Mungkin sekilas seperti kurang ajar anggapanku itu tapi coba kita pikirkan lagi.




Ok ...! ribuan orang yang menjadi korban. Banyak anak menjadi yatim piatu juga orang tua kehilangan anak. Istri kehilangan suami atau sebaliknya. Banyak keluarga yang terpecah belah dan mungkin sampai sekarang belum bertemu juga. Harta benda yang lenyap dengan harga yang membubung ke langit dan sebagainya dan sebagainya.



Tapi kita sebagai orang Indonesia — bukan warga Indonesia tapi orang yang dibesarkan dan hidup dalam lingkungan budaya Indonesia — pasti paham akan filosofi ‘untung’. Dalam setiap keadaan dan kejadian, orang Indonesia selalu memandang segala hal dari segi positifnya. Ambil contoh, kalau ada kecelakaan dan sang korban menjadi cacat, orang Indonesia pasti banyak bilang “untung gak sampai meninggal” atau kalau sang korban meninggal dunia, komentarnya pasti beda, “untung meninggalnya cepat jadi gak sampai menderita. Kalau cacat, kan, kasihan keluarganya capek ngurusin.”



Nah, dari contoh itu kita bisa melihat bahwa setiap cobaan untuk orang Indonesia pasti membawa keuntungan, kalau gak ini pasti itu. Mungkin kalau diadakan survei mengenai bangsa mana yang paling memiliki sifat optimis, aku yakin 110% kalau bangsa Indonesia menduduki peringkat pertama.



Ok, balik ke soal tsunami. Segi negatifnya pastilah banyaknya korban jiwa dan harta. Mari kita lihat sisi ‘untung’nya.



Untuk Aceh. Pra-tsunami adalah masa-masa yang penuh derita bagi saudara-saudara kita yang tinggal di wilayah Daerah Istimewa Aceh yang kemudian berganti nama dengan Nanggroe Atjeh Darussalam. Mulai dari masa penjajahan Belanda diikuti pemberontakan DI/TII tahun 50-60an yang dipimpin Daud Beurueh. Kemudian pemberontakan sisa-sisa pengikut Daud Beurueh yang kemudian diangkat menjadi Gubernur Provinsi DI Aceh. Pemberontakan ini diikuti dengan Operasi Jaring Merah oleh militer dimulai tahun 1989 hingga 1998 dan dilegalkannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer dengan penerapan hukum perang sampai terjadinya tsunami. Jadi dari masa ke masa orang Indonesia yang tinggal di Aceh selalu hidup di medan perang dengan korban yang jauh lebih banyak daripada jumlah total korban tsunami 2004.


Sebelum bencana tsunami datang memang telah banyak dilakukan perundingan antara pemerintah RI dan perwakilan GAM, baik dilakukan didalam dan luar negeri. Telah banyak dikirim berbagai tim pemantau luar negeri untuk mengawasi berjalannya perjanjian gencatan senjata. Tapi pada akhirnya, perjanjian tinggal perjanjian. Bencana tsunami datang dan sepertinya semua pihak mengganggap itu sebagai momentum tepat untuk berdamai. Mungkin karena semua pihak menganggap Tuhan telah murka atau pihak RI takut dikecam Internasional kalau dalam kondisi bencana masih sibuk mengejar-ngejar GAM atau juga karena pihak GAM sudah kehabisan asupan logistik karena bencana. Yah, alasan yang pasti cuma Tuhan, Pemerintah RI dan GAM yang tahu. Dan untuk saat ini hasil akhir perjanjian damai ini yang paling signifikan mungkin adalah terpilihnya tokoh GAM sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NAD. Dan mungkin pasangan ini merupakan satu-satunya Gubernur-Wakil Gubernur untuk seluruh Indonesia yang bukan berasal murni dari partai peserta Pemilou nasional.



Jadi orang Indonesia yang tinggal di Aceh bisa bilang, “untung ada tsunami kalau tidak perang jalan terus”. Yang GAM bisa bilang, “untung ada tsunami, walau gak bisa merdeka minimal Gubernur ditangan”.



Tingkat nasional. Untuk tingkat nasional, ada juga ‘untung’nya. Setelah bencana tsunami, pemerintah Indonesia banyak mendapatkan bantuan berupa dana dan barang logistik. Memang, tidak semua dana yang masuk merupakan uang gratis. Sebagian berbentuk hutang lunak. Yah, paling tidak bunganya kecil dan waktu pembayarannya panjang. Dengan dana bantuan tersebut, pemerintah bisa membangun ulang wilayah yang dihancurkan tsunami. Atau dengan sebagian dana tersebut! Karena sebagian dana itu pasti dialihkan ke proyek-proyek yang lain dan juga ke ‘proyek-proyek pribadi’. Nah, itu untuk urusan finansial, jadi walaupun ada banyak yang kehilangan nyawa dan hartanya tapi banyak juga yang mendapatkan harta baru.



Untuk bapak-bapak yang terhormat, bencana tsunami juga membawa berkah karena paling tidak untuk beberapa saat mereka bisa tidur tenang. Kasus-kasus yang melanda mereka baik secara pribadi maupun institusi agak tergusur dari berita utama karena semua media sibuk dengan liputan dan laporan mengenai bencana tsunami. Walaupun cuma beberapa saat tapi itu mungkin cukup bagi mereka untuk mem-persiapkan pembelaan diri ataupun menghilangkan bukti.



Ada satu lagi ‘untung’ yang tidak cuma mengurangi permasalahan bagi pemerintah tapi juga untuk orang banyak termasuk diriku sendiri yaitu masalah pekerjaan. Dengan adanya bencana tsunami, ada begitu banyak organisasi, baik dalam dan luar negeri, benaran atau fiktif, yang mengkoordinir bantuan barang, uang, dan tenaga relawan.



Nah, dengan banyaknya organisasi-organisasi ini, banyak juga tenaga kerja yang terserap termasuk aku sendiri. Aku sempat bekerja dengan salah satu organisasi luar negeri di wilayah pulau Simeulue. Aku kurang setuju dengan istilah ‘tenaga relawan’ karena dari yang ku ketahui, tidak ada satupun dari organisasi-organisasi itu yang tidak menggaji ‘relawan’nya. Kata ‘relawan’ itu kan, mengindikasikan melakukan sesuatu dengan sukarela tanpa ada harapan atas imbalan berbentuk apapun. Dengan ada gaji berarti mendapatkan penghasilan sebagai tenaga kerja dan angka pengangguran nasional pasti berkurang karena ada ribuan orang yang bekerja untuk organisasi-organisasi tersebut.



Jadi setelah tsunami, pemerintah bisa bilang “untung ada tsunami jadi defisit anggaran tahun ini bisa sedikit tertutupi”. Para koruptor bisa bilang “untung ada tsunami, tabungan semakin gemuk”. Bapak-bapak yang terhormat bisa bilang “untung ada tsunami jadi wartawan gak banyak ngejar-ngejar dan aku bisa tidur tenang dengan istri tercinta”. Para pengangguran bisa bilang “untung ada tsunami aku dapat kerja”.



Kalau melihat judul program disalah satu stasiun TV saat itu, ‘Indonesia Menangis’, jadi agak ironis juga. Karena mungkin banyak yang menangis karena tsunami tapi pasti banyak juga yang tersenyum kalau tidak tertawa. Karena satu bencana, jadi banyak soal yang kalau tidak terpecahkan minimal bisa dikurangi.



Jika ditanya aku termasuk dalam kelompok yang mana? Yang menangis atau yang tertawa? Kalau boleh jujur mungkin aku termasuk kelompok yang tersenyum kecil karena aku tak berani untuk tersenyum lebar apalagi tertawa nanti makin dianggap kurang ajar karena bisa bilang “untung ada tsunami ....”.



Oh iya, ada satu lagi. Pernah ku baca di koran setelah tsunami bahwa diusulkan kalau kata ‘tsunami’yang berasal dari bahasa Jepang dengan arti ‘angin dewa’ diganti dengan kata ‘smong’ yang berasal dari bahasa Simeulue dengan arti denotasinya aku kurang tahu. Dan mana tahu dimasa depan kata ‘smong’ bisa menjadi sumbangan bahasa asli Indonesia ke bahasa asing sehingga bahasa Indonesia tidak cuma menyumbang kata ’amok’ yang terlalu berkonotasi negatif.



“Untung ada tsunami jadi bahasa Indonesia bisa nambah satu kosakata lagi!!!”.

Read More......