LUCK IS WHAT MAKE ME SPECIAL
Setiap manusia dilahirkan berbeda satu sama lainnya. Tidak ada dua manusia dimuka bumi ini yang benar-benar mirip dan sama bahkan dua anak kembar identik pasti memiliki perbedaan baik dalam ciri-ciri fisik maupun perwatakan. Dan setiap perbedaan inilah yang memberikan keistimewaan bagi tiap-tiap individu.
Kenapa aku istimewa dibandingkan dengan manusia-manusia yang lain? Dari dulu aku tak pernah berpikiran bahwa aku memiliki keistimewaan kalau dibandingkan dengan orang-orang yang ku kenal. Alasan utamanya karena aku takut untuk menjadi besar kepala dan ‘over confident’ saat menghadapi hal-hal yang aku anggap aku memiliki keistimewaan didalamnya. Banyak diantara orang-orang yang kukenal yang dianggap memiliki keistimewaan disuatu bidang menjadi besar kepala dan melihat orang lain yang kurang mampu dibandingkan dirinya dengan mata mengecil.
Dalam pengertianku, keistimewaan seseorang adalah kemampuan lebih seseorang dalam suatu bidang. Mungkin ada orang yang sangat tanggap dalam bidang-bidang yang memerlukan keahlian otak tapi ada juga orang-orang yang lebih tanggap dalam bidang-bidang yang membutuhkan koordinasi fisik tinggi. Jadi seorang yang memiliki gelar Phd dalam sepuluh bidang yang berbeda belum tentu lebih istimewa dibandingkan dengan seorang pengemudi becak. Sang terdidik mungkin dengan mudah menyelesaikan permasalahan akademik tapi saat harus mencari jalan yang bebas kemacatan lalu lintas belum tentu dia lebih tahu daripada si abang becak.
Tapi kalau ku pikir-pikir, aku memang memiliki keistimewaan yang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Dan keistimewaannya! Aku selalu memiliki hidup yang penuh dengan keberuntungan. mungkin keistimewaan ini dianggap absurd karena keberuntungan adalah hal yang tidak bisa dan tidak memiliki suatu ukuran pasti. Mungkin yang ku anggap keberuntungan bagi yang lain hanyalah kebetulan semata. Tapi terkadang dalam beberapa hal faktor keberuntung adalah hal yang paling menentukan. Dan memang faktor ini adalah faktor utama dalam segala pencapaianku.
Aku selalu merasa bahwa aku selalu berada di waktu dan tempat yang tepat. Dan mungkin perasaan ini dimulai saat aku berada dibangku SMU. Dan keberuntungan ini pastinya terdengar seperti keberuntungan yang kurang ajar karena keberuntunganku dimulai dengan meninggal dunianya bapakku. Tapi bukankah sengsara dapat membawa nikmat seperti buku karangan Tulis Sutan Sati? Mungkin kalau bapakku tidak meninggal saat itu, pendidikan SMUku takkan selesai karena sampai saat itu aku tak pernah berpikir tentang perlunya menyelesaikan pendidikan. Dari skorsing dan pemecatan di SMU pernah kurasakan dan itu juga tidak menyadarkanku yang cukup dalam terbenam dalam kecanduan narkoba dan segala kenakalan remaja lainnya. Jadilah dengan terbentur disana sini selesai juga pendidikan dasarku.
Nah, dibangku kuliah keberuntungan masih juga menyertaiku. Mungkin kalau teman-teman yang mengenalku takkan percaya kalau ku katakan kalau aku selesai kuliah karena keberuntungan. Memang secara akademis aku tidak jauh-jauh tertinggal dari teman-temanku yang lain dan bisa dikatakan lebih dibandingkan teman-teman dekatku. Tapi penyakit lama kambuh lagi. Tapi beruntung aku kenal seorang teman yang sayangnya tidak sempat menyelesaikan kuliahnya. Sewaktu kuliah aku punya teman dekat bernama Tasya dan mungkin dia sempat cerita ke bapaknya tentangku. Jadi setiap bertemu dengan bapaknya, bapaknya selalu tak lelah-lelahnya untuk mengingatkanku untuk menyelesaikan kuliahku. Setiap bertemu bapaknya selalu bilang “semester ini serius aja, nanti semester depan baru main lagi”, sampai aku bosan mendengarnya tapi lama-lama masuk juga keotak karena hampir tiap hari dan tiap semester mendengar perkataan yang sama. Karena beruntung kenal dan dinasehati ole bapaknya si Tasya selesai juga akhirnya S1ku walaupun molor satu tahun.
Saat selesai kuliah aku tak pernah serius untuk mencari kerja, walaupun banyak teman-temanku yang pontang-panting mencari pekerjaan tapi waktu itu aku sih santai aja. Soalnya kalau masalah keuangan gampang memang bukan dapat dari mamakku karena memang setelah selesai kuliah semua tunjangan juga turut tamat. Kalau uang selalu ada yang datang sampai aku sendiri tak tahu darimana datangnya tapi jangan ditanya haram halalnya yang penting rokok lepas.
Beberapa bulan setelah tamat kuliah terjadi bencana tsunami yang menelan ratusan ribu korban dan banyaklah NGO-NGO luar negeri yang datang ke Indonesia dan hampir semua menjadikan Medan sebagai pusat kegiatannya dan kebetulan aku tinggal tak jauh dari Medan. Awalnya memang aku ada mengirimkan lamaran ke salah satu NGO yaitu MSF-Ch tapi setelah lama tak ada juga panggilan. Salah sorang temanku mendapatkan panggilan interview dan dia memintaku untuk menemaninya ke kantor NGO itu yang saat itu berada di Hotel ASEAN. Nah, si bule yang menginterview temanku itu salah tanggap dan menganggapku juga datang untuk interview kerja dan akhir dapatlah aku pekejaan di NGO itu. Setelah beberapa minggu aku dipindahkan dari Medan ke Pulau Simeulue, Aceh. Dan beruntungnya aku punya abang sepupu yang menjadi perwira POLRI di pulau itu jadi dalam setiap pekerjaan yang harus berhubungan dengan birokrasi gampang untuk diatur dan dikantor aku mendapat review yang baik karena setiap pekerjaan selalu selesai dengan baik padahal aslinya mengandalkan koneksi. Yah, tahulah kalau di Indonesia kalau tanpa koneksi yang dapat pastinya cuma jalan buntu.
Dari mulai mengenal yang namanya bea siswa, aku selalu memiliki keinginan untuk mendapatkan fasilitas ini. Karena dalam pandanganku apalagi saat masih dibangku pendidikan dasar, setiap murid yang mendapatkan bea siswa selalu dianggap sebagai murid-murid istimewa. Tapi sayangnya dari dulu tak pernah aku bisa mendapatkan bea siswa mungkin karena alasan budi pekerti. Memang dari SD sampai kuliah aku selalu menjadi murid yang pembangkang jadinya kecil kemungkinan unutk mendapatkan bea siswa karena pasti sulit bagiku untuk mendapatkan penilaian yang baik dari guru-guru terutama dalam bidang budi pekerti. Sampai saat aku selesai kuliah, dimana waktu itu dosen pembimbing skripsiku menganjurkanku untuk mendaftar program bea siswa ICCR ke India tapi pada awalnya agak malas juga karena aku sudah merasa jenuh untuk belajar dan membuka-buka buku pelajaran. Tapi untuk menunjukkan rasa apresiasi kepada sang dosen pembimbing jadilah aku mendaftar untuk program itu. Tepat saat kontrakku dengan NGO tempatku bekerja selesai, eh, malah aku dapat panggilan dari Konjen India yang di Medan bahwa aku mendapatka bea siswa untuk mengambil S2 di Central Institute of Foreign Language, Hyderabad. Dan saat ini setelah dua tahun masa belajarku telah selesai dan dalam waktu kurang dari dua minggu dari posting ini aku akan kembali kerumah.
Yah, memang keberuntungan selalu menyertaiku sampai saat ini. Karena keberuntungan aku bisa tamat sekolah sampai jenjang master. Dan karena keberuntungan juga aku bisa melihat negeri lain mungkin tanpa keberuntunganku seumur hidup belum tentu bisa datang dan tinggal di negara selain Indonesia. Yah, memang keberuntungan selalu menyertaiku sampai saat ini dan entah untuk nanti dan karena keberuntunganlah aku menjadi istimewa kalau dibandingkan dengan yang lain. Dan satu keberuntungan yang kita miliki bersama, kita hidup dan bernafas.
1 comment:
Semoga keberuntungan akan terus menyertai anda, mohon do'a nya juga untuk saya. Semoga saya kembali menemukan keberuntungan saya yang telah lama hilang. Ami...n
Post a Comment