Wednesday, May 30, 2007

HIDUP UNTUK MAKAN ATAU MAKAN UNTUK HIDUP

Mana yang benar? Makan untuk hidup atau hidup untuk makan? Mungkin untuk menjaga wibawa atau memang benar-benar pecaya, kebanyakan orang pasti akan mengatakan makan untuk hidup. Kalau aku pribadi, jujur aja philosofi ku pastilah hidup untuk makan. Dan aku benar-benar percaya akan pandangan ini.

Mari kita lihat faktanya. Secara bahasa, yang benar adalah hidup untuk makan bukanlah makan untuk hidup. Kata-kata makan untuk hidup secara sintaksis tidak dapat diperdebatkan keabsahannya. Dalam tingkatan frase, kata-kata ‘makan untuk hidup’ telah memenuhi kaidah bahasa yang walaupun tidak memiliki subjek tapi telah memiliki predikat.

Namun secara semantik, kumpulan kata-kata itu tidak memiliki arti. Karena dalam tatanan semantik, suatu kalimat atau frase harus memiliki pengertian yang memenuhi logika. Sebagai contoh: ‘anak melahirkan ibunya’. Secara sintaksis kata-kata tersebut adalah kalimat diatas memiliki subjek kata ‘anak’, predikat ‘melahirkan’, dan objek kata ‘ibunya’, tapi kalimat diatas tidak memiliki logika bahasa dimana seorang anak tidak mungkin untuk melahirkan ibunya sendiri. Begitu juga dengan kalimat ‘makan untuk hidup’, kalimat ini memiliki pengertian bahwa makan bukanlah pekerjaan yang absolut dimana ada pilihan lain untuk hidup. Sedangkan kita ketahui bahwa tidak ada satupun manusia diatas dunia ini yang mampu untuk bertahan hidup tanpa ada asupan makanan.

Dalam kehidupan nyata, kalimat ‘hidup untuk makan’ juga lebih tepat daripada ‘makan untuk hidup’ walaupun bakalan banyak orang yang menyangkalnya terutama mereka-mereka yang menerapkan’ hidup untuk makan’.

Kata ‘makan’ dalam konteks ini bukan hanya memiliki arti memakan makanan, namun ‘makan’ memliki arti yang lebih luas. Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menumpuk kekayaan dengan cara yang halal maupun haram. Banyak juga yang menggadaikan semua yang dimiliki secara moril maupun materiil untuk mendapatkan kekuasaan. Banyak lagi yang melakukan apa saja untuk mendapatkan popularitas. Jadi makan itu bukan hanya untuk memuaskan nafsu lapar kita akan makanan tapi makan juga adalah tindak kelakuan kita untuk memenuhi nafsu yang lain.

Dari masa ke masa, jaman ke jaman, manusia selalu berlomba untuk menguasai segala hal yang dapat dikuasai di dunia ini. Jika manusia tidak dapat menguasai suatu hal langsung dari alam atau mampu menciptakan hal untuk memenuhi nafsunya, maka mereka akan berusaha untuk menguasai hal-hal yang telah dikuasai oleh yang lain. Telah banyak manusia yang menjadi korban untuk memenuhi hawa nafsu yang lain dikarenakan keinginannya untuk makan. Karena keinginan manusia untuk makan inilah maka sejarah manusia selalu dipenuhi dengan pembunuhan dan pemerkosaan.

Karena bangsa Eropa lapar dan dapurnya tidak dapat menghasilkan makanan yang cukup dan lambungnya lebih besar daripada yang lain maka mereka berjalan kebenua lain yang memiliki dapur yang menghasilkan makanan-makanan lezat yang melimpah ruah. Jadilah bangsa Eropa selama ratusan tahun menumpang makan kebangsa lain dengan terkadang lupa untuk dibayar dan meninggalkan sampah yang menumpuk.

Yang terbaru, mungkin rasa lapar akan minyak bumi. Setiap negara yang memiliki hasil bumi yang melimpah adalah dapur dan tong sampah untuk mereka-mereka yang lapar. Sampahnya?! Ketidakamanan karena sang lapar ingin menguasai dapur sehingga tidak perlu makan dengan takaran si koki tapi dapat makan sampai perut melendung. Jadinya si koki dihasut dengan sang istri agar sang lapar bisa makan bebas. Kalau si koki sampai berkelahi dengan sang istri maka sang lapar bisa mengambil pihak dengan imbalan makan gratis dan juga sang lapar bisa menjual alat-alat masak baru karena bakalan ada dapur baru. Jadi dapur yang telah panas, semakin dipanas-panasi agar si koki jadi cerai dengan sang istri.

Asap bakaran dapur juga jadi masalah. Sang lapar marah karena asap dari dapur si koki membuat rumahnya seperti kebakaran. Si koki bingung karena dimana-mana kalau masak pasti ada asapnya. Tapi sang lapar tidak mau tahu karena asap bukan urusannya. Yang menjadi urusannya cuma makanan dari dapur bukan asap dari dapur. Kalau si koki mau dibantu dengan asap maka si koki harus memberi makan gratis.

Jadi sekarang milih yang mana? Pura-pura percaya kalau kita makan untuk hidup atau mau jujur mengakui kalau kita itu hidup unutk makan!!!

2 comments:

jirolu said...

walah um...klu "makan untuk hidup" atau "hidup untuk makan" diartikan secara leterlèq, EYD n dll ya sama saja klu mengartikan "sambil menyelam minum air" :lol:

sampeyan guru bahasa indonesia y.. um? :-?

Unknown said...

yang beneh hidup untuk ibadah menuju akhirat......lol