Thursday, April 05, 2007

ISI PERUT

Salah satu daya tarik India bagi orang asing mungkin adalah makanan tradisionalnya. Mungkin banyak yang pernah mendengar tentang kenikmatan Nasi Biryani atau lezatnya Ayam Tikka Masala maupun enaknya Masala Dosa.

Itu juga yang pertama ku bayangkan sewaktu berangkat ke India dua tahun yang lalu. Tetapi sayangnya waktu pertama merasakan makanan India, sempat terkejut lidah juga karena walaupun salah satu hobiku makan namun sulitnya aku termasuk orang yang agak pilih-pilih kalau soal rasa. Dua hari pertama di India adalah siksaan untukku karena aku belum isa menerima rasa masakan India yang sangat kuat rasa bumbunya.

Makanan Indonesia juga memiliki rasa bumbu yang kuat tapi bedanya kalau masakan Indonesia rasa bumbunya “blend” ke rasa bahan utama maskannya tapi kalau makanan India rasa bumbunya mengalahkan rasa bahan utama. Makanan India menggunakan lebih banyak macam bumbu dibandingkan masakan Indonesia jadi terkadang rasa makanannya jadi kayak rasa “nano-nano”. Rasa makanan India itu disebabkan karena dalam hampir semua makanannya bumbunya memakai bumbu masala. Bumbu masala itu merupakan campuran dari macam-macam bumbu mulai dari jahe, kunyit, cengkeh sampai “cummin seed” ( ga tau aku apa bahasa Indonesianya). Jadi hampir semua rasa makanan India itu rasanya sama karena bumbunya hampir sama baik yang makanan vegetarian maupun non-vegetarian.

Satu-satunya makanan India yang bisa diterima perutku dengan suka rela cuma Nasi Biryani. Karena walaupun rasa bumbunya kuat tapi tak sekuat yang lain karena pada dasarnya bumbunya itu diserap sama daging yang dimasak dengan nasi. Rasa Nasi Biryani itu sedikit mirip rasa rendang ayam jadinya agak masih bisa diterima pencernaan. Bedanya mungkin cuma di rasa saffron yang cukup kuat. Bedanya juga dengan rendang yang dimasak dengan santan kelapa, Nasi Biryani dimasak dengan yoghurt jadinya agak ada rasa asam sedikit di nasi dan dagingnya. Mungkin kalau rendang yang rasanya asam pasti tidak ada yang mau makan karena pasti dianggap mulai basi.

Sama kalau mau makan dimanapun rasa masakannya berbeda dari satu restoran dengan restoran yang lainnya. Tempat favoritku kalau mau makan Nasi Biryani di Hotel Alfa yang ada di depan stasiun kereta api Secunderabad. Rasa Nasi Biryani yang ada di Hotel Alfa itu rasanya agak beda dari tempat yang lain. Rasa bumbunya lebih seimbang/balance dan daging ayam atau kambingnya lebih lembut. Tapi sayangnya ga bisa sering-sering ke sana karena agak jauh dari rumah dan juga faktor keuangan, biasalah namanya juga pelajar.

Selama di India ini rindu juga makan di warung pinggir jalan atau di Pasar kaget karena jarang ada tempat kayak itu di India. Kayaknya disini orang-orangnya ga suka lama-lama nongkrong di warung atau tempat makan ataupun mungkin karena kebijakan tempat makannya sendiri. Kalau kita makan di restoran di India, begitu pelayannya lihat kita selesai makan-minum pasti cepat-cepat tamunya disodori tagihan dan mejanya di bersihin jadi kayaknya mau ngusir. Kalau kita agak lama duduknya pasti pelayannya mondar-mandir dan ngeliatin, apalagi kalau tidak mesan lagi.

Jangan harap bisa dapat tempat makan kaki lima kayak Pasar Kaget Binjai atau Warteg Harapan karena memang ga ada disini. Kalaupun ada bukan dalam bentuk warung tapi dalam bentuk asongan. Sering uga kalau lagi duduk-duduk dipinggir Husain Sagar ada yang datang nawarin tapi aku ga pernah nyoba karena sangsi juga maslah kebersihannya. Makanannya ga tahu apa namanya tapi isinya itu kayak kacang-kacangan yang dicampur sama irisan bawang, tomat, dan daun sop terus disiram dengan semacam saos. Kalau lihat tangan yang jual jadi makin tidak selera untuk beli karena tangannya udah hitam dakian pula itu. Jadi ada rasa bumbu tambahan, bumbu tangan.

Tidak seperti di kampus UISU yang gampang cari tempat makan, kalau di kampusku yang disini agak sulit untuk cari tempat makan. Satu-satunya pilihan tempat makan cuma kantin kampus tapi rasa makanannya, jangan ditanya, yang penting ga lapar aja. Ada satu tempat makan diluar kampus yang agak dekat ke rumahku, namanya Shanghai Chinese Fast Food. Bukanya mulai jam 3 sore. Namanya memang masakan Cina tapi rasanya ya, tetap India juga karena bumbunya tetap memakai bumbu masala. Tapi lebih baik daripada rasa makanan yang di kantin kampus.

Untung juga dulu di rumah aku sering bantuin atau sekedar melihat mamakku masak jadi selama disini bisa masak sendiri. Lumayanlah agak-agak rasa Indonesia walaupun kebanyakan rasa eksperimen.

Memang kalau dibandingkan dengan masakan India, masakan Indonesia lebih nikmat. mungkin karena rasanya lebih akrab dengan lidahku. tapi ada juga dosenku yang disini pernah bilang kalau masakan India itu bentuknya bisa sepuluh tapi rasanya sama. Apalagi kalau dibandingkan dengan masakan Padang, jauh ....

Mungkin kalau ada lebih banyak restoran yang khusus masakan Indonesia di luar, masakan Indonesia bisa lebih populer dan dikenal.

1 comment:

Book Binding, Printing Shop, Shah Alam 0122005681 said...

Perkataan 'Bumbu' kalau di Malaysia di'panggil' 'Rempah'.
Terima kasih Ebiet kerana berkongsi pengalaman saudara di India. Saya rasa, perbandingan saudara juga saperti kami dari Malaysia, 'Bumbu' di India mungkin terlalu 'kasar' bagi kita disini.
Kami di sini pun merasa masakan padang jauh lebih lazat..

Wassallam..
rahim
http://jmbangi.blogspot.com