Sunday, April 29, 2007

MISKIN



Nah, dimana-mana di negara yang di kategorikan sebagai dunia ketiga, yang petama menjadi perhatian pastilah kemiskinan. Kalo di Indonesia, jangan ditanya, pasti kita semua tahu bagaimana keadaan ekonomi yang walaupun menurut para ahli dan empu, kondisi ekonomi makronya telah jauh membaik sejak kejatuhan ekonomi tahun 98 namun kondisi ekonomi mikro Indonesia masih stagnan.

Walaupun nilai tukar rupiah masih membubung tinggi kurang lebih 250% dari nilai tukar sebelum krisis ekonomi, namun dari nilai suku bunga bank dan nilai indeks pasar saham dapat dilihat adanya pergerakan positif. Tapi jika lihat lebih dalam di keadaan umum masyarakat, kemiskinan masih meraja lela. Jumlah anak putus sekolah masih berada diatas rata-rata dari sebelum tahun 98 dan juga angka pengangguran baik pengangguran nyata maupun terselubung.


Kalau kita berkeliling sepanjang jalan kota-kota besar di Indonesia, dapat dipastikan bahwa banyak kita dapati anak-anak yang berkeliaran di sekitar persimpangan jalan maupun lampu merah. Tapi jangan salah, anak-anak itu bukanlah anggota pramuka yang sedang bakti sosial menjual stiker atau lainnya tapi mereka adalah anak-anak yang dikategorikan sebagai anak jalanan. Definisi anak jalanan dalam kamus besar bahasa indonesia adalah anak-anak dibawah umur 18 tahun yang tinggal dan mencari nafkah dijalanan.


Fenomena anak jalanan sekarang ini menjadi salah satu permasalahan sosial utama di masyarakat. Umum diketahui bahwa kebanyakan anak-anak yang hidup dijalanan dikarenakan masalah ekonomi. Tapi tidak dapat dikesampingkan adanya tren didalam dunia remaja sendiri untuk menjalani kehidupan dijalanan. Dari obrolan yang pernah ku lakukan dengan beberapa anak jalanan yang sempat ku kenal di Medan, sebagian dari mereka datang bukan dari keluarga tidak mampu ataupun keluarga yang tidak bahagia. Sebagian mereka datang dari keluarga ekonomi menengah keatas dan keluarga bahagia. Alasan mereka untuk tinggal dan hidup dijalanan karena ada tren diantara mereka bahwa kalau tidak pernah turun kejalan pastinya dianggap sebagai anak lemah atau anak mama dan tidak keren. Mungkin faktor ekonomi adalah faktor utama tapi faktor yang diatas itu pun tidak dapat dikesampingkan.


Anak-anak ini sangat rentan akan kekerasan fisik dan seksual. Kehidupan dijalanan bukanlah kehidupan yang menyajikan surga maupun kesenangan bagi anak-anak ini. Mungkin masih segar diingatan kita tentang kasus pelecehan seksual yang dialami anak jalanan yang tinggal di salah satu rumah singgah di wilayah Jakarta. Kasus ini melibatkan seorang pengajar relawan berkebangsaan Australia. Kasus ini hanya puncak dari gunung es kekerasan tehadap anak jalanan.


Masih banyak kasus yang tidak diketahui karena memang tidak pernah dilaporkan. Dan juga walaupun sudah ada departemen khusus di kepolisian Indonesia yang menangani kekerasan terhadap permpuan dan anak – Ruang Pelayanan Khusus (RPK) – namun umum kita ketahui bahwa kebiasaan korupsi di tubuh kepolisian kita belumlah hilang seratus persen sehingga kasus-kasus yang berhubungan dengan anak jalanan banyak yang di”peti es”kan.

Kenapa ditulisan ini aku bicara tentang anak jalanan. Mungkin karena malam ini aku melihat anak jalanan di India. Ini bukan yang pertama kali aku melihat mereka tapi ini yang pertama kali aku sempat untuk mengambil gambar mereka. Kalau kita berjalan-jalan di kota besar di India, kita akan melihat kalau bukan kondisi yang lebih parah, paling tidak sama dengan di Indonesia. Jumlah gelandang dan pengemis di India lebih banyak daripada yang terdapat di Indonesia baik dalam persentase per populasi dan jumlah. Jumlah penduduk India yang hidup dibawah garis kemiskinan di India berada dikisaran 25% dari total jumlah penduduk sedangkan Indonesia memiliki 17.8% per populasi jumlah penduduknya yang hidup dibawah garis kemiskinan (CIA World Fact Book 2006).


Permasalahannya bukan hanya terbatas karena permasalahan ekonomi. Aku sempat bertukar pikiran dengan salah seorang teman berkebangsaan India tentang kenapa angka kemiskinan di India begitu tinggi sedangkan secara ekonomi, India berada didepan paling tidak diantara negara-negara Asia. Kemiskinan di India lebih dikarenakan sistem sosial yang berlaku di masyarakatnya sendiri.


Sistem kasta yang berlaku bagi penganut Hindu yang merupakan 80% dari jumlah total populasi India menjadikan pembatas bagi sebagian dari penganut agama ini yang tergolong diluar sistem kasta atau kaum Dalit dan juga dari suku-suku yang terdapat di bagian Timur Laut India yang berbatasan dengan China dan Myanmar untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak. Karena adanya batasan ini, banyak dari anggota golongan-golongan ini yang berada dalam kemiskinan absolut. Perbandingan angka buta huruf antara Indonesia dan India adalah 12.1% per populasi untuk Indonesia dan 40.5% per populasi untuk India ( CIA World Fact Book 2006).
Pemerintah India telah berusaha untuk menghilangkan batasan-batasan ini dengan memberikan quota dalam penerimaan pelajar dan pegawai pemerintahan untuk mereka. Namun tetap masih banyak dari golongan Dalit dan suku-suku terbelakang – backward tribes and castes – ini yang masih tidak mendapatkan kenikmatan quota-quota ini. Lebih banyak yang menikmati quota ini adalah mereka yang berada dalam strata ekonomi menengah keatas. Walaupun pemerintah India telah berusaha menghilangkan batasan-batasan ini terutama yang berhubungan dengan sistem kasta. Tapi secara umum batasan itu tetap ada karena itu merupakan bagian dari kebudayaan yang telah berumur ribuan tahun sehingga sulit untuk dihilangkan.


Jika kita kaji lebih dalam walaupun sekilas terlihat sama, permasalahan yang menyebabkan adanya angka kemiskinan yang terdapat di India dan Indonesia termasuk tinggi sangat berbeda. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih karena tidak meratanya pembagian “kue” kemakmuran yang disebabkan tingginya angka KKN. Sedangkan India, lebih banyak disebabkan oleh sistem masyarakat yang berlaku.


Seharusnya masalah kemiskinan di Indonesia lebih gampang untuk diselesaikan jika saja pemerintah dan masyarakat umum mau berusaha lebih keras dan lebih serius untuk memberantas KKN. Paling tidak kita tak pernah menganggap kemiskinan sebagai hukuman atas dosa di kehidupan yang lalu. Kita miskin hanya karena kita tidak diperlakukan adil oleh kecurangan bukan nasib.

No comments: